Mohamad Asrori Mulky

ketika cahaya bintang mengintip bayang-bayang sinar rembulan, kuketuk jendela rahasia malam yang tergurat di dedaun nasib. dan aku tak pernah mengerti di mana letak titik yang pasti....

Minggu, 21 Desember 2008

Catatan Hitam McCain

Minggu, Desember 21, 2008 0
Dimuat di Jawa Pos/Indo Pos, Minggu 21 Desember 2008
Oleh: Mohamad Asrori Mulky
Peneliti Pusat Studi Islam dan Kenegaraan (PSIK) Universitas Paramadina Jakarta

Judul Buku : The Real McCain
Penulis : Cliff Schecter
Penerbit : Zahra, Jakarta
Edisi : I, Agustus 2008
Tebal : 218 halaman

Pada 4 November 2008 adalah hari paling bersejarah bagi rakyat Amerika Serikat (AS). Barack Obama, senator Illinois dari Partai Demokrat, terpilih sebagai presiden ke-44 Amerika, sekaligus presiden pertama dari kulit hitam. Kenyataan ini membuktikan tingkat kedewasaan dan kematangan rakyat Amerika, yang tidak lagi melihat perbedaan ras dan kelompok dalam menentukan pemimpin masa depannya.

Senator yang pernah tinggal di Menteng, Jakarta Pusat ini, dengan telak mengalahkan rivalnya, John McCain dari Partai Republik. Tak tanggung-tanggung Obama berhasil menyabet 349 suara elektoral, jauh melampaui syarat minimal untuk menang: 270 suara. Sedangkan rivalnya, McCain hanya mampu meraup 173 suara elektoral. Sungguh suara yang cukup jomplang.

Kini, dunia tengah menunggu langkah konkret dari Obama. Mereka berharap, ke depan dia dapat membawa perubahan yang cukup signifikan tidak hanya bagi negaranya, tapi juga bagi masyarakat dunia. Sebab, nasib dunia, saat ini bisa dikatakan, sangat bergantung pada kebijakan dan komitmennya, memberi berkah pada dunia --sesuai dengan nama Afrikanya, Barack yang berarti ''berkah''. Berkah bagi negaranya dan bagi warga dunia.

Kemenangan Obama atas McCain dalam pemilu yang lalu, bisa saja ditarik kesimpulan bahwa rakyat Amerika sepertinya sudah jenuh dengan model kepemimpinan yang diterapkan George W. Bush; suka berperang, arogan, egois, dan gemar membuat masalah. Akibatnya, McCain, sang veteran perang Vietnam, sekaligus anak didik Bush, harus rela ditinggalkan publik Amerika dalam pemilu kemarin, walaupun dalam sejarahnya ia pernah menorehkan tinta emas bagi negara adidaya itu.

Citra McCain di mata rakyat Amerika, bahkan dunia sekalipun, tak lebih sebagai monster baru dari gedung putih yang siap merongrong dan mengusik kedamaian dunia. Ia tak jauh berbeda dengan pendahulunya, Bush. Sebagaimana Bush, McCain akan selalu mengobarkan api peperangan di seluruh dunia, terutama di wilayah Timur Tengah sebagai target utamanya.

Pertanyaanya, benarkah John McCain memiliki kepribadian dan karakter yang banyak kemiripan dengan Bush?

Buku ''The Real McCain'' karya Cliff Schecter, konsultan dan komentator politik Amerika ini membeberkan sisi gelap dari senator Arizona ini. Dalam beberapa catatan disebutkan, jika McCain terpilih menjadi presiden Amerika, maka sudah dapat dipastikan dunia akan menghadapi kesulitan yang sama, bahkan boleh jadi lebih parah dari masa pemerintahan Bush. Politik pecah belah dan standar ganda yang sering diterapkan Bush, diprediksikan akan menjadi senjata utama McCain dalam hubungan diplomatiknya. Dengan begitu, setiap kebijakan luar negerinya akan selalu merugikan negara lain.

Dari beberapa kali tema kampanye yang diusungnya, secara terang-terangan McCain mengatakan bahwa perang melawan Irak dan Afghanistan adalah sebuah keniscayaan yang mesti dilakukan bangsa Amerika. Karena bagaimanapun, tegasnya, bila dua negara tersebut tidak ditumpas terlebih dahulu, keduanya akan menjadi penghalang bagi masa depan Amerika. Apalagi dua negara itu diyakini sebagai negara yang melegalkan aksi kekerasan dan terorisme global. Perang suci atau jihad adalah doktrin yang selalu digunakan mereka untuk melakukan teror dan ancaman di muka bumi ini.

Untuk menumpas terorisme global, dalam buku ini penulis menuturkan, McCain akan melakukan aksi segala cara meskipun harus mengorbankan nyawa manusia tak berdosa. McCain siap menggelontorkan dana yang cukup besar untuk menumpas teroris di muka bumi ini. Dan, cara yang paling ia sukai adalah menggunakan kekuatan militer sebagai senjata pemungkas.

Berlatar belakang militer dan pernah terlibat dalam beberapa perang penting di Vietnam, sudah cukup alasan bagi kita untuk menyimpulkan bahwa McCain sosok yang suka mengandalkan kekuatan militer, apalagi bertujuan untuk menumpas teroris.

McCain juga memiliki pandangan yang bias terhadap Islam. Ia selalu menyandingkan kata ''Islam'' dengan ''terorisme''. Baginya, Islam adalah agama satu-satunya yang merestui aksi kekerasan dan terorisme. Salah satu buktinya, kata dia, adalah serangan mengerikan 11 September yang meruntuhkan Word Trade Centre (WTC) dan Pentagon pada waktu yang hampir bersamaan.

Tragedi 11 September menyisakan ingatan pedih yang cukup mendalam bagi McCain. Mulai saat itulah ia membenci Islam dan selalu menyamakanya dengan teroris. Karena itu, baginya, Islam harus diperangi dan tak boleh berkembang. Sebaliknya, ia mendukung penuh berdirinya negara zionis Israel dengan ibu kota Yerussalem. Sebab, dengan berdirinya negara zionis di tanah Yerussalem, maka secara otomatis umat muslim yang berada di sana harus meninggalkan tempat tinggalnya.

Selain fakta mengerikan mengenai McCain, masih banyak lagi catatan hitam McCain yang diungkap dalam buku ini. Masa lalunya yang terbiasa dengan perang dan dunia militer, kehidupan pribadinya yang keras, juga rencana-rencana kabinetnya yang meneruskan kebijakan Bush. Dari segi ideologis, McCain merupakan karakter yang berubah-ubah. Ia bukan karakter yang moderat dan toleran. ''Ia adalah seorang konservatif sebelum menjadi seorang liberal, sebelum ia menjadi seorang konservatif lagi,'' kata Jacob Weisberg di majalah Slate.

Buku ini merupakan catatan kritis penulis yang membeberkan banyak fakta menakutkan tentang McCain berikut teror dan horornya. Ia adalah seorang petualang politik yang berbahaya bagi kedamaian dunia dan bagi kemanusiaan. Oleh karena itu, Joe Trippi, penulis The Revolution Will Not Be Televised, merekomendasikan buku ini untuk dibaca secara umum, khususnya bagi siapa yang ingin mengetahui seberapa bahayanya McCain jika ia terpilih sebagai presiden. Beruntung, ia takluk pada Barack Obama.

Ekonomi Islam Suatu Alternatif

Minggu, Desember 21, 2008 0

Dimuat di SINDO, Minggu, 14 Desember 2008


Oleh: Mohamad Asrori Mulky

Peneliti pada Pusat Studi Islam dan Kenegaraan (PSIK) Universitas Paramadina Jakarta.


Judul : Buku Induk Ekonomi Islam (Iqtishaduna)

Penulis : Muhammad Baqir Ash-Shadr

Penerbit : Zahra, Jakarta

Cetakan : I, Agustus 2008

Tebal : 598 Halaman


DI tengah krisis finansial yang melanda penjuru dunia,tak terkecuali Indonesia, sudah dipastikan bahwa kemiskinan, pengangguran, dan tindak kejahatan makin merajalela.


Pada saat itulah para ekonom, negarawan, dan cendekiawan berusaha mencari akar persoalannya untuk memulihkan kembali kondisi ekonomi di negaranya masing-masing. Sebab, selama ini ekonomi dianggap sebagai hal yang sangat fundamental bagi tegaknya sebuah bangsa,negara,danperadaban.


Segala aktivitas akan berhenti jika kondisi pertumbuhan ekonominya mengalami guncangan dan ketidakpastian. Kesimpulan sementara mengatakan bahwa penyebab utama dari munculnya krisis ekonomi di berbagai dunia adalah karena ekonomi kapitalis menggebrak dimensi kehidupan manusia. Sistem bunga yang menjadi ciri khas ekonomi kapitalis telah menciptakan keterjarakan sosial dalam masyarakat dunia.


Prinsip-prinsip kebebasan untuk memiliki harta secara pribadi, kebebasan ekonomi, dan persaingan bebas telah menguntungkan sebagian pihak dan merugikan pihak yang lain. Jurang pemisah antara kaum feodal dengan proletar makin menganga sehingga struktur sosial pun melebar. Melihat kenyataan seperti ini, sistem ekonomi Islam mulai dilirik sebagai suatu pilihan alternatif dan diharapkan mampu menjawab tantangan dunia di masa kini, esok, dan mendatang.


Buku Iqtishaduna (Induk Ekonomi Islam) karya Muhammad Baqir Shadr (MBS) ini menawarkan sebuah sisteme konomi Islam yang berdasarkan pada rasa ketuhanan dan kemanusiaan.Kedua nilai inilah secara mendasar yang membedakan antara ekonomi Islam dengan ekonomi kapitalis dan sosialis. Sebagai homo economicus, manusia dalam pandangan ekonomi Islam tidak diperkenankan untuk memperkaya dirinya dan meraup keuntungan yang berlebihan.


Tapi, harta yang ia miliki seluruhnya untuk tujuan spiritual dan sosial. Dalam buku ini, MBS menguraikan sistem dan ciriciri dasar dasar Islam, tanpa dipengaruhi para pemikir dan sarjana Barat yang cenderung berhaluan kapitalis dan materialis. Dalam ekonomi kapitalis dikatakan bahwa sumber-sumber alam yang tersedia di jagat raya ini sangat terbatas, sementara kebutuhan dan keinginan manusia tidak terbatas.


Dengan demikian, manusia bebas mengeruk kekayaan alam yang tersedia sebanyak-banyaknya untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya. Cara pandang seperti ini jelas ditolak MBS. Baginya, ekonomi Islam, dengan berlandaskan ajaran agama Islam, membatasi hak milik seseorang dan tidak mengenal adanya sumber alam yang terbatas.


Keterbatasan bukan pada sumber alam yang telah Allah sediakan,melainkan manusia harus membatasi dirinya untuk tidak mengeksploitasi alam dengan segala keserakahannya. Sebab,Alquran sendiri dalam sebagian ayatnya menegaskan seperti ini, ”Allah-lah yang menciptakan langit dan bumi dan menurunkanair hujandarilangit,….Dia telah memberikan kepadamu segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah,maka tidaklah kamu dapat menghitungnya. Sesungguhnya manusia itu sangat zalim dan sangat ingkar.” (Q.S Ibrahim: 32–34).


Melalui ayat di atas, dapat dipahami bahwa ekonomi Islam tidak menyetujui pandangan kapitalis karena Islam sendiri mempertimbangkan bahwa alam semesta ini memiliki sumber-sumber kekayaan yang sangat melimpah ruah, yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan manusia secara keseluruhan.


MBS lebih cenderung melihat masalah ekonomi itu pada aspek manusia sebagai pelaku ekonomi ketimbang ketersediaan alat pemuas kebutuhan yang terbatas versus keinginan/kebutuhan manusia yang tidak terbatas.Ketersediaan sumber daya alam yang melimpah ruah tidak akan dapat menyejahterakan rakyat jika manusia sebagai pelaku ekonomi tidak melestarikannya demi kepentingan bersama.


Pada titik inilah, MBS mengelompokkan ekonomi ke dalam dua bagian, yakni ‘’ilmu ekonomi’’ (science of economics) dan ‘’doktrin ekonomi’’ (doctrine of economics). Perbedaan yang tegas antara ekonomi Islam dengan ekonomi kapitalis terletak pada doktrin ekonomi, bukan pada ilmu ekonominya.


Doktrin ekonomi Islam memberikan ruh pemikiran dengan nilai-nilai Islam dan batas-batas syariah. Sementara ilmu ekonomi berisi alat-alat analisa ekonomi yang dapat digunakan dan dioperasikan. Ilmu ekonomi adalah segala teori atau hukum-hukum dasar yang menjelaskan perilaku- perilaku antar variabel ekonomi tanpa memasukan unsur norma ataupun tata aturan tertentu.


Adapun doktrin ekonomi adalah ilmu ekonomi murni yang memasukkan norma atau tata aturan tertentu sebagai variabel yang secara langsung atau tidak langsung ikut mempengaruhi fenomena ekonomi. Norma atau tata aturan tersebut berasal dari Allah yang meliputi batasan-batasan dalam melakukan kegiatan ekonomi.


Proses integrasi antara doktrin ekonomi ke dalam ilmu ekonomi murni disebabkan adanya pandangan bahwa kehidupan di dunia tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan di akhirat,semuanya harus seimbang karena dunia adalah sawah ladang akhirat.


Buku ini terasa lebih kaya dan mencerminkan konstruksi pemikiran ekonomi Islam seutuhnya jika dibandingkan dengan literatur ekonomi Islam yang ada, yang selama ini tereduksi pada praktik dan gagasan mengenai ekonomi syariah. Karya MBS ini berusaha untuk memaparkan persoalan secara lebihluas.


Selain berbicara mengenai dasar-dasar teologis normatif dari ekonom Islam, ia juga mendiskusikan soal produksi, distribusi, sirkulasi, jaminan sosial, pajak, batas kekayaan pribadi, dan juga posisi negara sebagai regulator.

Jumat, 12 Desember 2008

Rubaiyat, Misteri Tak Terlupakan

Jumat, Desember 12, 2008 0

Dimuat di Koran Jakarta, 13 Desember 2008

Oleh Mohamad Asrori Mulky
Peneliti Pusat Studi Islam dan Kenegaraan (PSIK) Universitas Paramadina Jakarta.

Judul Buku : Misteri Rubaiyat Omar Khayyam
Penulis : Amin Maalouf
Penerbit : Serambi, Jakarta
Edisi : I, Oktober 2008
Tebal : 514 halaman
Harga : Rp. 59.900


Omar Khayyam (1048-1131 M) adalah seorang penyair paling masyhur pada zamanya. Ia juga dikenal sebagai seorang filsuf, matematikawan, astronom, ilmuan dan ahli kedokteran. Sejak sajak empat baris-nya (kwatrin) atau ''Rubaiyat'' diterjemahkan untuk pertama kalinya ke dalam bahasa Inggris oleh Edwad J FitzGerald pada tahun 1859, Omar Khayyam menjadi buah bibir di kalangan masyarakat dunia dan meneguhkan dirinya sebagai pencipta Rubaiyat yang tangguh.


Namun demikian, naskah asli Rubaiyat yang ditulis langsung oleh tangan Omar dan menjadi kebanggaan semua orang, hingga kini keberadaanya masih misterius bersamaan dengan tenggelamnya kapal Titanic pada tanggal 14 malam 15 April 1912, di perairan sekitar Terre-Neuve, Samudra Atlantik. Sehingga menimbulkan pertanyaan mendalam bagi kita, apakah rubaiyat masih terselamatkan, sebagaimana ia (rubaiyat) juga pernah diduga hangus terbakar di perpustakaan benteng ''Alamut'' (benteng sekte pembunuh Hassan Sabbah) yang dibakar tentara Mongol? Atau memang karam tenggelam dengan ribuan korban manusia lainya dan belum ditemukan hingga kini?


Novel 'Misteri Rubaiyat Omar Khayyam" karya Amin Maalouf, sastrawan kelahiran Lebanon, yang diterbitkan oleh Penerbit Serambi ini mencoba mengisahkan kembali perjalanan panjang nan berliku sebuah karya agung Omar, Rubaiyat. Melaui novel ini, Amin seakan mengajak pembacanya untuk berkelana ke masa lalu, menembus batas ruang dan waktu dengan latar Timur Tengah, Daratan Persia dan kawasan Mediterania hingga benua Eropa, dari proses penulisan naskah Rubaiyat hingga terggelamnya kapal Titanic. Dibumbui kisah romantik antara Khayyam dengan Djahan dan Benjamin dengan Syirin, menjadikan novel ini menarik untuk diikuti hingga akhir cerita.


Dalam novel ini juga Amin Maalof menuturkan secara piawai perjalanan ketiga sahabat yang memiliki peran di zamanya masing-masing, yaitu; Omar Khayyam (ilmuan dan sastrawan), Nizamul Mulk (Wazir Agung Sultan Parsi), dan Hassan Sabbah (pemimpin sekte pembunuh, yaitu kaum Hashishin atau Assassin). Dengan dibarengi konflik, intrik politik, dan kepentingan, persahabatan ketiganya mengalami jatuh bangun. Konflik yang berujung pada dendam dan peperangan dialami oleh Wazir dengan Hassan, hingga Omar terpaksa harus menjadi penengah di antara keduanya. Dengan didukung pengikut masing-masing, keduanya saling menyerang, mengalahkan, dan membunuh.



Melalui narasi yang dituturkan oleh Benjamin O. Lesage, seorang orientalis dari Amerika Serikat dan dituliskan langsung oleh Amin Maalouf, novel ini juga berkisah tentang sebuah masa, di mana kebebasan berbicara dan berpendapat—termasuk mengucapkan sajak—sangat dibatasi oleh penguasa. Sebagai ilmuan, sastrawan, dan pemikir bebas (liberal), Omar sempat mendapatkan hukuman mati dari penguasa karena dituduh telah menantang Tuhan melalui syair-syairnya. "Jika Kau hukum dengan keburukan perbuatan buruk-ku, Kau dan aku apakah bedanya?" (Omar Khayyam, Rubaiyat).


Namun atas jasa Abu Taher, seorang Kadi dari Samarkand, Omar terbebas dari hukuman mati. Abu taher berpesan pada Omar; "Kita sedang hidup di zaman kerahasiaan dan ketakutan. Kau harus berwajah ganda, yang satu kau perlihatkan kepada orang banyak, yang lain hanya kepada dirimu sendiri dan Sang Pencipta. Jika kau tak mau kehilangan matamu, telingamu, dan lidahmu, lupakan kau punya mata, telinga dan lidah." (halaman 30).


Maka Abu Taher memberi Omar sebuah buku dengan 256 halaman yang masih kosong. Agar setiap tersirat di benak Omar sebuah sajak ia dapat menuliskanya dalam buku kosong tersebut dan merahasiakannya dari pengetahuan umum. Buku itulah kelak akan menjadi naskah asli Rubaiyat Omar Khayyam yang tersembunyi selama berabad-abad dan menjadi misteri hingga kini.


Sebagai sebuah roman sejarah, novel ini memiliki informasi yang layak untuk diketahui. Dalam membacanya, kita terasa diombang-ambing antara imajinasi atau fakta sejarah, sehingga kita tidak bisa membedakan mana yang benar-benar historis dan bukan historis. Namun, Amin Maalouf dengan kepiawaianya dalam bercerita mampu meramunya dengan cukup menarik dan bertaji. Pada titik inilah, "Misteri Rubaiyat Omar Khayyam" patut diapreasiasi sebagai novel petualangan dan kembara. Selamat membaca!