Mohamad Asrori Mulky

ketika cahaya bintang mengintip bayang-bayang sinar rembulan, kuketuk jendela rahasia malam yang tergurat di dedaun nasib. dan aku tak pernah mengerti di mana letak titik yang pasti....

Sabtu, 31 Januari 2009

Emas Solusi di Masa Krisis

Sabtu, Januari 31, 2009 0

Dimuat di SINDO Minggu 1 Februari 2009


Oleh: Mohamad Asrori Mulky

Peneliti Pusat Studi Islam dan Kenegaraan (PSIK) Universitas Paramadina Jakarta



Judul Buku : Investasi Emas

Penulis : Nofie Iman

Penerbit : Daras Books

Cetakan : I Januari 2009

Tebal : 182 halaman


Di tengah krisis global mendera perekonomian dunia, kita dituntut untuk mencari solusi yang terbaik dalam mengatasi krisis ekonomi global tersebut. Sebab, menempuh pilihan yang salah dalam menggunakan instrumen investasi akan berisiko pada merosotnya nilai aset di masa yang akan datang

.

Akibatnya, kita mengalami rugi besar. Krisis ekonomi global, khususnya yang terjadi di kawasan Asia ini, berawaldari krisis nilai tukar mata uang, yaitu ketika makin kuatnya nilai mata uang asing—khususnya dolar Amerika—terhadap mata uang domestik. Akibatnya, harga-harga meningkat secara berlipat karena struktur ekonomi Indonesia didominasi impor, baik bahan baku maupun barang jadi. Pada bidang jasa keuangan pun demikian.


Tingkat suku bunga meroket sehingga pada puncaknya pernah mencapai 90%. Dunia usaha macet, tingkat pengangguran semakin besar, inflasi meninggi, pertumbuhan negatif, dan seterusnya. Fenomena ini tentunya sangat memprihatinkan. Karena itu, investasi emas di masa krisis ini adalah solusi alternatif untuk mengatasi krisis finansial. Buku Investasi Emas yang ditulis Nofie Iman ini membantu kita untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya dalam menggunakan emas, apalagi dalam konteks krisis ekonomi global.


Selain itu, buku ini juga membeberkan keutamaan investasi emas dibandingkan investasi konvensional seperti saham, obligasi, reksa dana, valuta asing, hingga properti. Fakta membuktikan, ternyata investasi konvensional tak mampu menahan gempuran krisis global. Berinvestasi dalam emas bisa menggunakan beberapa variasi media seperti emas batangan, koin emas, sertifikat emas, tabungan emas, reksa dana dengan underlying perusahaan pertambangan emas, maupun kontrak berjangka komoditi emas.


Menurut Nofie, sejak zaman dahulu, orang-orang telah menggunakan emas sebagai nilai tukar. Sebagai contoh, Alexander The Great mampu menyatukan Mediterania dari wilayah kecil Masedonia karena menggunakan koin perak, Julius Caesar menjadi ikon kejayaan Romawi karena menggunakan standar emas di negerinya. Begitu juga Napoleon Bonaparte menjadi emperor Prancis setelah menerapkan standar emas.


Keutamaan emas tidak saja dalam bentuk fisiknya yang elok dan menarik, tapi juga lonjakan harga logam yang satu ini bisa mendatangkan keuntungan yang luar biasa bagi pemiliknya. Nilainya cukup stabil bahkan terus menanjak hingga dianggap tak punya efek inflasi (zero inflation effect). Ada dua hal yang membuat logam mulia ini terus melonjak.


Pertama,menurunnya nilai mata uang flat karena anjloknya nilai dolar seperti yang terjadi sekarang. Kedua, kecilnya peluang mendapatkan keuntungan dari instrumen alternatif lainnya, seperti saham dan obligasi. Sejak 2001, harga emas naik begitu tajam melampaui (hampir) setiap mata uang di planet ini. Rubel Rusia, yuan China, real Brasil, maupun euro dan dolar, semuanya takluk di tangan emas.


Bahkan, sebagian dari mata uang tersebut telah mencapai titik terendah sepanjang sejarahnya.Meski demikian, masyarakat modern masih terjebak pada anggapan yang mengatakan bahwa emas itu adalah instrumen investasi yang buruk dan tak menguntungkan. Emas tidak memberikan bunga yang tinggi sebagaimana dalam investasi konvensional dan bahkan pertumbuhannya pundianggaplamban.


Sebuah analisis yang dirilis pada 2003 menyebutkan, pada 10–12 tahun mendatang harga emas akan mencapai USD 8.000 per troy ounce.Harga itu diperkirakan akan terjadi pada 2013–2015, sehingga bila pada 2007 seseorang menginvestasikan emas senilai Rp 200 juta, maka pada 2013–2015 kelak ia akan memiliki emas senilai Rp 2,2 miliar. Dengan kata lain, ia meraupuntung dari kenaikan harga yang mencapai 1.112 %.


Jika hal itu terjadi, dapat dipastikan tidak ada instrumen investasi yang bisa mengungguli keperkasaan dan ketangguhan nilainya,kecuali emas. Konsultan manajemen sekaligus motivator ternama, Tung Desem Waringin, sejak dulu hingga kini selalu optimistis bahwa emas merupakan investasi teraman dan paling menguntungkan bagi pemiliknya. Ketika kita membeli obligasi pemerintah, counter party risk melekat pada negara yang kita beli obligasinya.


Begitu pula ketika membeli saham, kita akan menerima risiko mampu tidaknya perusahaan tersebut memenuhi kewajibannya dalam membayar dividen. Sementara padae mas, tidak terikat pada perusahaan atau negara mana pun. Malah, emas akan menjadi bemper yang akan melindungi kekayaan kita dari pemerintah yang mencetak uang dengan seenaknya dan membuat uang fiat menjadi tak berguna.


Karena itu, pilihan terhadap investasi emas saat ini tetap dinilai paling menguntungkan dibandingkan opsi yang lain, mengingat sifatnya yang ”kebal” inflasi dan stabil. Buku ini memberikan informasi yang cukup mendasar bagi mereka yang ingin mengetahui lebih lanjut kegunaan dan fungsi emas.

Selasa, 20 Januari 2009

Mengukir Janji di Himalaya

Selasa, Januari 20, 2009 1
Dimuat di Majalah GATRA (15-21 Januari 2009)
Oleh Mohamad Asrori Mulky
Anggota International Interreligious Federation World and Peace, dan Peneliti Pusat Studi Islam dan Kenegaraan (PSIK) Universitas Paramadina Jakarta.

Judul Three Cups of Tea
Penulis Greg Mortenson & David Oliver Relin
Penerbit Hikmah, Jakarta
Cetakan I, September 2008
Tebal xvi + 629 Halaman

Walau gagal menaklukan puncak tertinggi di dunia, Greg Mortenson menunaikan janji membangun sekolah di pedalaman Utara Pakistan. Sebuah petualangan yang impresif.

Pada 1954, Sir Edmund Hillary berhasil menaklukan puncak gunung Everest bersama Tenzing Norgay. Berbeda dengan Norgay, Hillary memilih kembali ke Lembah Khumbu untuk menunaikan tugas kemanusiaan yang pernah ia janjikan: membangun sekolah bagi komunitas Sherpa, suku asal para pemandu andal dalam ekspedisi itu.

Hillary menulis buku ‘’Schoolhouse in the Clouds’’ (Sekolah di Atas Awan) pada 1964. buku ini bercerita tentang pahit getir pengalamannya selama proses pembangunan gedung sekolah itu. Ia harus melewati lembah yang terjal, jurang yang menganga, hamparan daratan yang luas, dan musim yang kurang bersahabat. Hillary menyadari, ternyata tugasnya lebih sulit daripada mendaki puncak Himalaya.

Pada 1993, Greg Mortenson, perawat asal Montana, Amerika Serikat mencoba menaklukkan puncak tertinggi sedunia, K2, di Himalaya. Ironisnya, tidak hanya gagal, Mortenson juga tersesat, mengalami keletihan kronis, bahkan kehilangan 15 kilogram bobot tubuhnya.

Setelah berjalan kaki tertatih-tatih turun gunung selama tujuh hari, Mortenson menuju Askole. Ia malah tiba di Korphe, desa yang bahkan tak pernah dilihatnya di peta Karakoram. Di sanalah, di gubuk Haji Ali (Kepala suku Korphe), Mortenson dijamu dengan ramah, dirawat dengan penuh perhatian, dan dilayani bak tamu agung.

Majalah Gatra

Buku Three Cups of Tea ini merupakan kisah petualangan seru sekaligus kesaksian akan kekuatan semangat kemanusiaan dan keteguhan hati yang diperankan Mortenson. Sebuah kisah pemenuhan janji yang pernah ia torehkan kepada Haji Ali, yakni membangun gedung sekolah di Desa Korphe, Pakistan Utara. Dalam waktu satu dekade, Mortenson mampu membangun tak kurang dari 51 sekolah—terutama untuk anak-anak perempuan—di kawasan terluar dari daerah terlarang rezim Taliban itu. Hasil yang sangat luar biasa dan mengagumkan.

Bila kita bandingkan kisah Hillary dengan Schoolhouse in the Clouds­-nya dan Mortenson dengan Three Cups of Tea-nya, ternyata jalan yang ditempuh Hillary jauh lebih mudah ketimbang Mortenson. Hillary tidak begitu banyak mendapatkan kesulitan dalam proses pembangunan gedung sekolah di lembah Khumbu. Begitu juga dalam penggalangan dana. Ketika Hillary mengajukan bantuan dana kepada perusahaan-perusahaan donor terkemuka, mereka malah berebut untuk bisa mensponsori ‘’Ekspedisi Gedung Sekolah Himalaya’’ milik Hillary.

Sebagai catatan, pada 1963, World Book Encyclopedia menyuplai Hillary dengan dana sejumlah US$ 52.000. Tak hanya itu, Sears Roebuck, yang baru-baru ini mulai menjual tenda dan kantong tidur merek Sir Edmund Hillary, menyediakan pakaian untuk seluruh anggota ekspedisi dan mengirim kru untuk merekam semua kegiatan Hillary. Setelah menaklukkan puncak Everest, Hillary pun jadi salah orang terkenal.

Sedangkan Mortenson tidak hanya gagal menaklukkan puncak K2. Ketika kembali ke Amerika, ia dalam keadaan bangkrut karena harta yang ia miliki ludes untuk kepentingan pendakian. Bahkan hubunganya dengan sang istri, Mariana sempat retak. Mengenai dana, dari 580 surat permohonan yang ia kirim, hanya satu yang mendapat jawaban. Itu pun dari Tom Brokaw, teman Mortenson di University of South Dakota. Brokaw mengirimkan cek senilai US$ 100 beserta surat yang isinya doa untuk keberhasilan Mortenson.

Three Cups of Tea tidak seperti Schoolhouse in the Clouds. Buku yang ditulis David Oliver Relin, penulis yang mendampingi Mortenson di lembah Khumbu ketika membangun gedung sekolah, tidak sekadar menyajikan petualangan Mortenson dalam pembangunan sekolah, melainkan juga menyuguhkan kisah-kisah menarik lainya. Termasuk pengalaman perhadapan dengan sekelompok ulama radikal Taliban yang merekrut anak-anak untuk dijadikan pengikutnya.

Karya ini terhitung sebagai buku terlaris versi New York Times selama 74 pekan sejak diterbitkan pada akhir 2007. Penerjemahan buku ini oleh penerbit Hikmah diharapkan memberi inspirasi bagi bangsa kita, betapa tekad bulat dan keinginan tulus akan berbuah manis, meski harus menghadapi berbagai rintangan. Juga pendidikan, terutama dalam memerangi terorisme dan radikalisme agama, yang pada konteks sekarang terjadi di mana-mana.

Jumat, 02 Januari 2009

Raja Abdullah Kumandangkan Dialog Agama

Jumat, Januari 02, 2009 0

Dimuat di Suara Karya, 30 Desember 2008


Oleh Mohamad Asrori Mulky

Penulis adalah Analis Religious Freedom Pusat Studi Islam dan Kenegaraan (PSIK) Universitas Paramadina, Jakarta


Raja Abdullah bin Abdul Azis dari Arab Saudi belakangan ini sedang dalam sorotan publik dunia. Dialog antar agama yang ia prakarsai di Gedung Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), New York, 12-13/11 yang lalu, mendapat sambutan baik dari berbagai kalangan.


Tak tanggung-tanggung, acara tersebut dihadiri para pemimpin dunia, antara lain, Presiden Amerika Serikat George Walker Bush, Presiden Pakistan Asif Ali Zardari, Presiden Afghanistan Hamid Kharzai, Perdana Menteri Inggris Gordon Brown, Raja Yordania Abdullah II, Presiden Israel Shimon Peres, mantan Perdana Menteri Prancis Alain Juppe, Perdana Menteri Palestina Salam Fayyad, dan para diplomat PBB dari 80 negara.


Langkah maju Raja Abdullah ini tidak saja bertujuan mempersatukan umat beragama yang hingga kini dalam kondisi retak, tapi juga menyelesaikan konflik sepanjang masa di kawasan Timur Tengah, khususnya antara Palestina dan Israel.


Sejak Israel menduduki tanah rakyat Palestina konflik dan ketegangan di kawasan tersebut tak pernah padam. Karena itu, Raja Abdullah mengajukan proposal yang isinya seruan agar Israel segera mundur dari seluruh wilayah yang mereka duduki sejak perang berkecamuk tahun 1967.


Sebenarnya, proposal Abdullah ini sudah pernah diajukan enam tahun yang lalu, namun hingga kini proposal tersebut tidak pernah mendapatkan tanggapan serius dari pihak Israel dan sekutu-sekutunya. Pihak Israel malah mengklaim bahwa seluruh tanah Yerusalem (dari Barat hingga Timur) merupakan hak sah bangsa Israel yang telah diberikan Tuhan kepada mereka. Untuk melegalkan aksinya, mereka mengambil legitimasi dari kitab suci mereka.


Untuk pertama kali ini dalam sejarahnya, pemimpin Arab Saudi Abdullah bin Abdul Azis dan Presiden Israel Shimon Peres, keduanya berada dalam satu ruangan pertemuan membahas masa depan Timur Tengah dan kelangsungan umat beragama. Dalam pidatonya, Presiden Israel Shimon Peres memuji ikhtiar Raja Abdullah dalam mendukung dialog umat beragama.


Dialog agama yang diselenggarakan di gedung PBB ini diharapkan dapat meningkatkan peran agama-agama yang ada di dunia, yaitu menghentikan tindak kekerasan terorisme yang makin menjadi-jadi. Terkait dengan isu terorisme, pemerintah Arab Saudi telah menangkap tidak kurang dari 1.000 aktivis di Arab Saudi, yang dituduh mempunyai kaitan dengan gerakan teroris.


Langkah konkret penguasa Arab Saudi Raja Abdullah itu ingin membuktikan kepada umat dunia bahwa dirinya tidak akan memberikan ruang bebas bagi kaum 'teroris'. Sebab, aksi teror dengan mengatasnamakan agama tidak saja telah melukai dan menghilangkan nyawa manusia, tapi juga telah mencederai dan mengotori misi profetik agama itu sendiri sebagai pembawa kedamaian dan kesejahteraan.


Berulang kali para nabi menegaskan bahwa misi mereka adalah untuk kedamaian, bukan menciptakan ketegangan dan kekacauan antarumar beragama. Perbedaan syariat yang dibawa oleh para nabi- Nabi Musa dengan syariat Yahudi, Isa dengan syariat Kristen, dan Muhammad dengan syariat Islam seharusnya tidak dijadikan alasan bagi umat beragama untuk saling memusuhi dan mengklaim dirinya paling benar.


Klaim kebenaran akan memperlakukan umat di luar dirinya sebagai umat yang harus dibinasakan. Sikap seperti ini harus ditinggalkan jauh-jauh dengan cara memandang pemeluk agama lain sebagai saudara seagama, yang bila kita runut berakar pada diri Nabi Ibrahim. Umat Yahudi, Kristen, dan Islam semuanya berasal dari keturunan Nabi Ibrahim. Dari Nabi Ibrahim inilah kemudian Yahudi, Kristen, dan Islam muncul.


Atas landasan seperti inilah, Raja Abdullah berkeyakinan, bahwa umat beragama yang dalam kondisi mengkhawatirkan ini dapat dipersatukan dan saling menghagai satu sama lain. Permusuhan dan ketegangan yang selama ini terjadi antara ketiga agama tersebut disebabkan, kata Raja Abdullah, karena satu sama lain tidak mengetahui sejarah bagaimana ketiga agama itu lahir, dan dari mana berasal. Umat beragama harus sudah mengetahui bahwa kita sesungguhnya bersaudara, satu keturunan, dan satu tujuan.


Sebagai raja di negeri para nabi, Raja Abdullah memiliki tanggung jawab yang teramat berat, yaitu menciptakan kerukunan dan kedamaian bagi umat beragama di dunia. Sebab, Nabi Muhammad pada beberapa abad silam telah melakukan hal tersebut di tanah umat Islam itu.


Sebagai kota suci dan rujukan bagi umat Islam di seluruh dunia, Arab Saudi harus memberikan contoh yang baik dalam berinteraksi dengan umat yang berbeda agama. Karena hubungan yang tidak harmonis antar umat, tak jarang sering melahirkan ketegangan dan kekerasan.


Baru-baru ini warga Muslim dibuat marah oleh pemuatan lagi kartun Nabi Muhammad SAW dan pembaptisan tokoh Muslim oleh Paus Benediktus XVI. Fenomena ini tentunya menjadi cambuk bagi Raja Abdullah untuk lebih giat lagi memberikan pemahaman kepada umat beragama agar senantiasa saling menghargai dan menghormati.


Jangan sampai fenomena pembuatan karikatur nabi memicu kekerasan antaragama. Dalam kasus ini, umat Islam harus menahan amarahnya, karena bisa jadi ini merupakan upaya profokatif dari pihak yang tidak menginginkan kedamaian antaragama terwujud. Begitu pula dengan pihak yang bersangkutan, hendaknya menghormati agama lain dan tidak menghina simbol-simbol agama yang bila dicederai akan menyulut api peperangan.


Akhirnya, dengan diselenggarakannya dialog agama di PBB, semoga dapat memberikan pemahaman kepada masing-masing pemeluk agama bahwa tanpa dialog keberadaan agama-agama di muka bumi ini akan rentan dari kekerasan. Untuk itu, apa yang dilakukan Raja Abdullah ini patut mendapatkan apresiasi setinggi-tingginya, dan menjadikan ikhtiar suci ini sebagai langkah awal agar ke depan kita dapat melakukan hal yang sama.