Mohamad Asrori Mulky

ketika cahaya bintang mengintip bayang-bayang sinar rembulan, kuketuk jendela rahasia malam yang tergurat di dedaun nasib. dan aku tak pernah mengerti di mana letak titik yang pasti....

Minggu, 14 Februari 2010

Menguatkan Jalinan Sosial dengan Maaf

Minggu, Februari 14, 2010 0

Oleh Mohamad Asrori Mulky

Peresensi adalah pegiat di LSIK (Lembaga Studi Islam dan Kebudayaan)

Senin, 15 Februari 2010

 


Judul               : Effective Apology: Merajut Hubungan, Memulihkan Kepercayaan

Penulis           : John Kador

Penerbit         : Alvabet

Cetakan         : I, November 2009

Tebal              : 332 halaman

 

Siapa pun tidak bisa menyangkal bahwa manusia diciptakan secara sempurna di antara makhluk Tuhan lainnya. Tapi tidak ada yang bisa menjadi sempurna untuk menjalani hidup di dunia ini. “Manusia terbaik bukanlah manusia yang tidak pernah melakukan dosa dan kesalahan,” kata Nabi Muhammad, “tapi manusia yang menyadarinya, berjanji untuk tidak melakukannya lagi, dan segera meminta maaf.”

 

Melalui buku Effective Apology: Merajut Hubungan, Memulihkan Kepercayaan, John Kador mendedahkan keterampilan “permintaan maaf” kepada pihak lain, utamanya dalam dunia pekerjaan dan bisnis.

 

Bagi Kador, permintaan maaf yang menyangkut masalah pribadi, yang lingkup dan tantangannya lebih kecil, mungkin akan lebih mudah diucapkan orang. Apalagi jika orang yang bersangkutan tergolong individu yang tidak memiliki pengaruh besar. Tapi, bagaimana jika hal itu terjadi pada sebuah perusahaan bisnis beken yang menyangkut harkat dan martabat perusahaan tersebut, atau menimpa seseorang yang memiliki status sosial yang cukup tinggi? Inilah yang jadi fokus pembahasan Kador dalam buku ini.

 

Permintan maaf adalah perbuatan yang mengulurkan diri kita kepada orang lain karena kita mementingkan hubungan baik ketimbang kebutuhan untuk menjadi benar tanpa noda. Permintaan maaf mensyaratkan kerendahan hati dan kepasrahan jiwa dari orang bersangkutan. Dan ini bukan berarti berpikir rendah akan diri kita sendiri, membiarkan kita diinjak-injak, dicemooh, ataupun memosisikan diri kita lebih hina dari orang lain, tapi lebih dari itu, targetnya adalah memikirkan keberlanjutan kemaslahatan antara kita dan orang lain.

 

Permintaan maaf harus dilakukan secara tulus dan ikhlas yang bersumber dari hati nurani yang paling dalam, bukan paksaan atas pertimbangan untung dan rugi. Dalam buku ini, Kador menggarisbawahi bahwa bukan seberapa banyak kita harus melakukan permintaan maaf kepada orang lain, tapi bagaimana kita meminta maaf yang efektif dan membawa hasil kebaikan. Permintaan maaf efektif dalam rumusan Kador mensyaratkan terpenuhinya situasi yang harmonis dan terciptanya kebaikan. Yaitu, sebuah permintaan maaf yang memulihkan ketegangan dalam hubungan, menciptakan peluang untuk maju, dan memberi hasil yang lebih baik bagi semua pihak tanpa pandang bulu.

 

Buku ini mengajak kita berpikir tentang nilai mendasar suatu permintaan maaf, bagi kita dan sang penerima, dengan menelusuri secara terperinci dimensi-dimensi kunci–yang disebut Kador sebagai 5 P–permintaan maaf yang tulus, permintaan maaf yang memiliki kekuatan untuk menyembuhkan dan memperbarui. Kador juga memberikan kiat-kiat menerima atau menolak permintaan maaf, sepuluh hal yang harus dan tidak boleh dilakukan (dos and don’ts) perihal permintaan maaf, serta kuis untuk menguji AQ (Apology Quotient) kita. Kesemuanya membantu kita untuk bagaimana bersikap baik dalam meminta dan memberi maaf.

 

Buku ini memberi tahu kita hal-hal pokok dalam merangkai permintaan maaf yang efektif serta membuahkan hasil di dunia kerja dan bisnis. Buku ini dilengkapi lebih dari 70 contoh permintaan maaf yang baik, buruk, maupun yang tidak efektif. Semuanya itu dijelaskan dengan begitu mengagumkan oleh Kador.

Senin, 08 Februari 2010

Pelobi Israel Menjajah Amerika

Senin, Februari 08, 2010 0
Dimuat di MAJALAH GATRA, 07 Februari 2010
Oleh Mohamad Asrori Mulky
Anggota International Interreligious Federation World and Peace, dan Peneliti Pusat Studi Islam dan Kenegaraan (PSIK) Universitas Paramadina Jakarta.

Judul buku      : Zionisme dan Keruntuhan Amerika
Penulis           : James Petras
Penerbit         : Zahra Pustaka, Jakarta
Cetakan         : I, November 2009
Tebal buku     : xiv + 271 halaman


Dalam peta politik Amerika, ada tiga organisasi Yahudi yang punya pengaruh sangat kuat di Kongres dan pemerintahan. Bukti kaum minoritas mampu membungkam kelompok mayoritas.

Di dunia ini, tiada negara yang pengaruhnya di Amerika Serikat sedemikian kuat kecuali Israel. Kekuatan lobinya di Kongres tanpa disadari telah memperbudak negara Super Power itu. Ini dibuktikan, antara lain, oleh John J. Mearsheimer dari University of Chicago dan Stephen M. Walt dari Harvard University.

Kedua pakar itu pernah menulis risalah berjudul "The Israel Lobby and US Foreign Policy” yang sempat menghebohkan warga AS. Dikatakan, meski populasi Yahudi Amerika hanya tiga persen dari hampir 300 juta penduduk Amerika, lobi mereka jauh lebih kuat dibandingkan dengan kelompok mana pun.

Inilah yang disebut James Petras sebagai “Mayoritas yang Dibungkam”. Dalam buku ini, James menyodorkan sejumlah bukti tentang bagaimana “yang minoritas” (Yahudi Amerika) mengendalikan “yang mayoritas” (warga Amerika dan pemerintahanya). Seperti kedua profesor tadi, James juga berkesimpulan, lobi Yahudi memiliki peran dominan di Kongres. Salah satu hasilnya adalah invansi AS ke Irak yang tanpa sebab.

Lalu apa yang membuat Yahudi yang minoritas bisa mengendalikan Amerika, bahkan dunia? Theodere Hezl, pencetus negara Zionis Israel menjelaskan, ada tiga hal yang harus dikuasai untuk menguasai dunia. Pertama media. Sebagai wartawan internasional, ia tahu peran media sangat mendukung bagi perjuangan negara zionis.

Majalah Gatra


Kedua, kekuatan lobi. Lobi sangat berpengaruh dalam terbentuknya negara Yahudi. Kekuatan lobi juga yang membuat pemerintah Inggris menyerahkan sebagian tanah Palestina ke tangan Yahudi. Ketiga adalah ekonomi. Faktanya, segala aksi Yahudi selalu disokong pengusaha-pengusaha kaya Yahudi dan Amerika Serikat.

Terkait dengan lobi itu, menurut James, sekurang-kurangnya ada dua organisasi Yahudi yang sangat menentukan sikap luar negeri Amerika, yakni JINSA (Jewish Institute for National Security Affairs) dan CSP (Center for Security Policy). Keduanya memiliki hubungan amat erat dengan CPD (Committee on the Present Danger), tempat berkumpulnya kelompok “Hawkish” Gedung Putih dan Pentagon seperti Paul Wolfowitz, Dick Cheney, Karl Rove, dan Richard Perle.

Di bawah JINSA dan CSP ada AIPAC (American Israel Public Affairs Committee). AIPAC dibentuk oleh komunitas Yahudi Amerika untuk menjaga kepentingan Israel. AIPAC memiliki lima atau enam pelobi resmi di Kongres dengan staf berjumlah 150 orang, dengan dukungan anggaran tahunan sebesar US$ 15 juta. Tujuanya, melobi Kongres dan pemerintah untuk memperoleh dukungan pembentukan negara Zionis Israel di tanah Palestina.

Menurut James, organisasi-organisasi Zionis ini memiliki tiga agenda besar yang harus dilakukan oleh setiap pemerintahan di AS: selalu mendukung Israel dalam segala hal, selalu menambah anggaran militer Israel, dan selalu menentang traktat kontrol senjata yang bisa merugikan. Organisasi-organisasi ini pula yang mengontrol setiap kebijakan presiden, apakah menguntungkan Israel atau sebaliknya. Jika mau kekuasaannya tetap aman, presiden harus menjalankan ketiga agenda tadi. Kalau tidak, jangan harap dalam pemilu berikut dia akan terpilih lagi.

Tak ada yang berani mengkritik campur tangan AIPAC di Amerika. Kalau ada, orang itu akan dicap sebagai anti-semit. Sebuah survei yang dilakukan Eric Alterman, profesor Inggris di Brooklyn College, mengungkapkan hanya lima dari 66 komentator media massa besar di Amerika yang berani mengambil posisi pro-Arab dan menentang setiap langkah Israel soal Palestina. Justru sebaliknya, media ternama seperti Wall Street Journal, The Chicago Sun-Times, The Washington Times, bahkan New York Times, secara rutin menulis tajuk pro-Israel dan menutupi keburukannya.