Mohamad Asrori Mulky

ketika cahaya bintang mengintip bayang-bayang sinar rembulan, kuketuk jendela rahasia malam yang tergurat di dedaun nasib. dan aku tak pernah mengerti di mana letak titik yang pasti....

Selasa, 31 Juli 2012

Sunyi yang Dibunuh Waktu

kamar kosan
Pukul 02.00 pagi, sepiku menikam ruang, ketika kedua mataku tak mau terpejam. Andai saja kesunyian bisa membunuh, melepas jiwa dari raganya, dan mencabik-cabik tubuh ini—menjadi potongan-potongan debu, daun yang dimakan benalu—tentu dalam waktu dekat aku pasti akan segera mati, terkubur dalam lumpur yang kotor.

Kurasakan seluruh sudut ruangan ini menebar teror kesetiap inci tubuh dan jiwaku. Bulu-bulu halus di pundaku meronta, melayang, meninggalkan alam keheningan. Nafasku menderu-deru bagai desing peluru. Pikiranku melayang mencari bayang-bayang masa lalu, mengembara di alam kegelapan dan terpuruk berpapasan dengan kesal yang tak pernah ada tapal batasnya.

Pukul 03.00, sepiku mengguncang sukmaku. Tangan, mata, mulut, telinga, kaki, dan anggota tubuh lainya, semuanya membisu; tak ada percakapan, tak ada gerakan, tak ada keinginan. Sepiku kian abadi, menjadi nuktoh yang datang bersama musim tumbang.

Tapi kini, hampa ruangan tak lagi jadi musuh abadi, karna ia sudah menjelma jadi teman sejati. Hanya ada satu harapan; hari esok. Hari di mana matahari bersinar dengan kehangatan yang menyapa dan aku bisa kembali menghirup udara segar. Akupun akan hidup sehari lagi dengan harapan yang masih tersisa.

Tidak ada komentar: