Mohamad Asrori Mulky

ketika cahaya bintang mengintip bayang-bayang sinar rembulan, kuketuk jendela rahasia malam yang tergurat di dedaun nasib. dan aku tak pernah mengerti di mana letak titik yang pasti....

Selasa, 20 Maret 2007

Menimbang Rencan Bush di Irak

Selasa, Maret 20, 2007 0

Oleh Mohamad Asrori Mulky

Media Indonesia, Rabu 21 Maret 2007 

Untuk kesekian kalinya masyarakat dunia digemparkan kembali oleh kebijakan politik luar negeri Presiden Amerika Serikat (AS) George Walkers Bush, yang cukup kontroversial  melalui rencananya menambahkan pasukan AS di Irak dengan jumlah sangat besar, 21.500 personel. Padahal, saat ini AS sudah mengerahkan 141 ribu personel di Irak. Kebijakan itu diungkapkan dalam pidatonya yang digelar secara langsung di Gedung Putih, tepatnya Januari lalu.

 

Parahnya lagi, sebagaimana diberitakan Media Indonesia, Jum’at (9/3), Menteri Pertahanan AS, Robert Gates, menjelaskan jumlah penambahan pasukan di Irak itu kemungkinan besar masih akan bertambah. Pasalnya, sampai saat ini Departemen Pertahanan AS masih membahas permohonan penambahan pasukan lain yang telah diajukan komandan baru pasukan AS di Irak, Jenderal David Petraeus.

 

Rencana tersebut secara otomatis mendapat pantauan dunia internasional yang disusul kemudian dengan beragam protes dan kecaman bertubi-tubi dari berbagai pihak. Tak hanya pihak eksternal AS, Partai Demokrat dan rakyat AS pun sebagai pihak internal menolak keras rencana tersebut. Pendekatan militer yang dicapai Bush dengan dalih menyelesaikan konflik sektarianisme dan kekerasan di ‘Negeri 1001 Malam’ itu diragukan efektivitasnya.

 

Kenapa? Karena kedatangan pasukan AS di Irak hanya akan menyulut bara api konflik sektarianisme semakin memanas dan tentunya terus meletupkan api kekerasan dan peperangan. Hasilnya bisa diprediksi, darah manusia akan sering ditumpahkan dan harta benda akan sering dikorbankan menjadi rongsokan tak bertuan.

 

Menurut akademisi dari Center for Strategic and International Studies di Washington, Rick Barton, strategi baru Bush untuk menambah pasukan di Irak dengan jumlah yang lebih besar dianggap tidak akan lebih baik daripada sebelumnya. Rencana itu dinilai terlambat dan sensitif. Ada yang hilang dalam rencana itu, yakni menetapkan tenggat bagi pasukan pendudukan agar meninggalkan Irak. 

Bagi Bush, pendekatan militer yang ia gunakan dalam menyelesaikan konflik sektarianisme di Irak tentunya memiliki landasan dan pertimbangan strategis yang dinilai bisa dipertanggungjawabkan dan memiliki efektivitasnya dalam memulihkan stabilitas keamanan dalam negeri Irak.

 

Dalih tersebut sebetulnya bentuk peralihan kebijakan atas kekalahannya di Irak sebagai penawar rasa malu. Sehingga untuk menyembunyikan rasa malunya itu, Bush tak segan-segan menggunakan berbagai macam cara untuk dilakukannya tanpa melihat dampak buruk yang lebih besar lagi. Yang ada dalam benaknya adalah bagaimana mendominasi, mengintervensi, dan membuat kerusakan tanpa memikirkan pihak-pihak lain. Agar mata dunia tertuju kepadanya dan menganggapnya sebagai pemimpin super, kuat dan perkasa.

 

Rencana Keliru

Rencana Bush untuk menambah pasukannya di Irak dengan dalih menyelesaikan konflik dan aksi kekerasan dinilai banyak pihak sebagai rencana keliru dan irasional. Rencana tersebut hanya akan melahirkan kekerasan yang semakin meningkat, tidak terkendali, dan tidak akan segera dapat diatasi selama masih ada campur tangan AS dalam kebijakan politik Irak.

 

Oleh karenanya, Bush bersama jajarannya harus menimbang kembali rencana tersebut dan memikirkan hajat hidup orang banyak. Hal itu didasari beberapa pertimbangan. Pertama, rencana Bush untuk menambah pasukannya yang lebih besar lagi di Irak dengan dalih menyelesaikan konflik sektarianisme antara Sunni, Syiah dan Kurdi, dalam kondisi negara yang kacau balau itu hanya akan memperkeruh dan memperuncing masalah, bahkan bisa jadi melahirkan masalah baru kembali. 

 

Kedua, rencana Bush hakikatnya menciptakan Killing Ground, menggali kubur bagi pasukan AS sendiri. Sampai saat ini saja korban jiwa dari pasukan AS kurang lebih mencapai 3.000 jiwa melayang sia-sia demi mengikuti ambisi dan keserakahan Bush.

Dan ketiga, rencana itu akan melahirkan reaksi anti-AS dari berbagai penjuru dunia. Negara manapun boleh jadi tidak akan sudi untuk menjalin hubungan diplomatik kembali dengan AS. Keterlepasan dukungan Inggris terhadap AS dengan menarik sebagian pasukannya di Irak dan negara-negara Eropa terhadap kebijakan politik luar negeri AS adalah bagian dari gejala anti AS.

 

Dengan demikian, seiring dengan gelombang protes yang semakin mengalir kian deras, Bush harus menarik seluruh pasukannya dari Irak walaupun secara bertahan dan tidak mengintervensi urusan dalam negeri Irak kembali. Hal demikian, bila dilakukan, sedikitnya akan menghapus asumsi buruk masyarakat dunia internasional terhadap AS. Begitu pula bagi pihak Irak, baik pejabat pemerintah maupun masyarakat sipil harus mengambil sikap tegas untuk menolak setiap kebijakan yang diambil AS dan sekutunya, menolak segala macam bantuan apapun bentuknya, meminta AS dan sekutunya menarik pasukan mereka, dan meminta negara tetangga, Iran dan Suriah, bekerjasama terkait dengan penyelesaian persoalan dalam negara Irak. Hal tersebut menjadi penting dilakukan karena kekerasan, anarkhisme, dan terorisme sampai saat ini terus berlangsung di ‘Negeri 1001 Malam’ itu.