Mohamad Asrori Mulky

ketika cahaya bintang mengintip bayang-bayang sinar rembulan, kuketuk jendela rahasia malam yang tergurat di dedaun nasib. dan aku tak pernah mengerti di mana letak titik yang pasti....

Jumat, 03 Juni 2022

Aare dan Eril

Jumat, Juni 03, 2022 0

Oleh Mohamad Asrori Mulky


Tak ada kesedihan yang paling menusuk inti hati selain rasa kehilangan. Kesedihan, kata Al Kindi (dalam Al Hillah Lidaf’i Al Ahzân), muncul oleh sebab hilangnya yang dicinta dan luputnya yang didamba.

 

Kehilangan adalah bagian dari garis hidup yang niscaya dilalui, oleh siapa pun, tak terkecuali. Entah kapan, atau di mana. Segera, atau masih dalam waktu lama. Semua sedang menunggu gilirannya, seluruhnya.

 

Tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni, selain ketabahan seorang ayah yang menyusuri Aare, inci demi inci, sedepa demi sedepa, sementara hatinya porak, tak tahu di titik mana buah hatinya itu berada.

 

Tak ada yang lebih taban dari hujan bulan Juni, selain ketabahan seorang ibu yang iklas melepas pergi anak laki-lakinya, sementara hatinya koyak, tak tahu di kedalaman berapa cahaya jiwanya itu terkapar.

 

Tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni, selain ketabahan seorang adik yang rela terpisah dari kakak satu-satunya, sementara hatinya remuk tak berdaya menerima kenyataan hidup yang pahit ini.

 

Di tepi sungai Aare mereka duduk termenung, dalam sepi, dalam sunyi. Dan kali ini, hening bicara untuk dirinya sendiri. Hening yang mengatakan bahwa mereka tak perlu lagi menjelaskan segala sesuatu kepada satu sama lain. Hanya doa yang dirapal untuk satu nama, Eril.