Mohamad Asrori Mulky

ketika cahaya bintang mengintip bayang-bayang sinar rembulan, kuketuk jendela rahasia malam yang tergurat di dedaun nasib. dan aku tak pernah mengerti di mana letak titik yang pasti....

Jumat, 22 November 2024

Al Ghazali dan Tafsir Esoterik Anjing

Jumat, November 22, 2024 0


Oleh Mohamad Asrori Mulky

Masyarakat Islam Indonesia, bahkan dunia, memandang anjing masih dengan pandangan sinis. Anjing dianggap sebagai binatang menjijikan penuh najis, sehingga harus dijauhi, bila perlu dimusnahkan. Memeliharanya dianggap tabu dan dianggap telah menyimpang dari ajaran agama.


Tidak cukup sampai di situ, anjing dituduh penyebab terhalangnya malaikat masuk ke dalam rumah seseorang. Sehingga siapa saja yang memeliharanya di dalam rumah tidak akan mendapatkan rahmat Allah SWT. Penghuninya jauh dari keberkahan dan kemudahan dunia.


Tentu saja pandangan seperti di atas bukan tanpa dasar. Hujah yang mereka jadikan dasar adalah sebuah sabda dari baginda Muhammad Saw, La Tadkhulu al Malaikah Baitan fihi Kalbun (لا تدخل الملائكة بيتا فيه كلب), yang bila diterjemahkan secara bebas berarti: “malaikat tidak akan masuk ke dalam rumah seseorang membawa berkah selama di dalamnya ada anjing”.


Kebanyakan ulama memahami hadist tersebut secara tekstual. Mereka mengambil makna zahirnya saja sebagaimana pengertian harfiahnya atau skripturalnya. Model tafsir yang ditempuh semacam itu sah-sah saja, sebab secara metodologis bisa dibenarkan.


Tetapi untuk memperoleh makna yang dikehendaki tidak cukup hanya mengandalkan pada apa yang tertulis, pada kata yang tersusun rangkaian huruf. Sebab teks, kata Nasr Hamid Abu Zaed, bukanlah satu-satunya medium memperoleh makna. Perlu upaya penyingkapan. Sebab makna biasanya tersembunyi di balik teks.


Atas dasar pemikiran tersebut, mari kita simak seperti apa Hujjatul Islam Abu Hamid Al Ghazali atau biasa dipanggil Imam Al Ghazali menafsirkan hadis yang sudah disebutkan di bagian terdahulu.


Dalam kitab Ihya Ulumuddin, Imam Al Ghazali memberi penjelasan berbeda dari pemahaman ulama pada umumnya. Menurut Imam Al Ghazali, “rumah” (بيت) tidak selalu dipahami sebagai ruang secara fisik. Rumah dapat bermakna ruang batin atau ruang secara spiritual.


Demikian juga anjing. Anjing tidak selalu diartikan secara harfiah sebagai hewan peliharaan yang kita kenal. Anjing dapat bermakna simbolis yang berarti sifat-sifat tercela manusia yang mengotori batin atau ruang spiritual manusia. Oleh karena itu, kata Imam Al-Ghazali, ruang yang perlu dibersihkan dan disucikan adalah rumah secara spiritual yang tidak lain adalah batin manusia dari segala sifat-sifat tercela. Kebersihan batin ini yang menentukan kesediaan malaikat pembawa rahmat, ilmu, kearifan, dan segala bentuk kebaikan untuk singgah dan tinggal di dalamnya.


 والقلب بيت هو منزل الملائكة ومهبط أثرهم ومحل استقرارهم والصفات الرديئة مثل والغضب والشهوة والحقد والحسد والكبر والعجب وأخواتها كلاب نابحة فأنى تدخله الملائكة وهو مشحون بالكلاب ونور العلم لا يقذفه الله تعالى في القلب إلا بواسطة الملائكة

Artinya, “Batin merupakan rumah, yaitu tempat malaikat dan tempat singgah jejak mereka, dan tempat tetap mereka. Sedangkan akhlak tercela seperti marah, syahwat, dengki, hasud, sombong, ujub, dan penyakit hati sejenis merupakan anjing yang mengonggong. Bagaimana malaikat hendak masuk ke dalamnya. Sedangkan rumah itu dipenuhi anjing. Sementara cahaya ilmu tidak dimasukkan oleh Allah ke dalam batin seseorang kecuali dengan perantara malaikat,” (Imam Al-Ghazali, Ihya Ulumiddin, [Beirut, Darul Fikr: 2018 M/1439-1440 H], juz I, halaman 68).


Singkatnya, selama rumah batin seseorang yaitu rumah spiritual atau hati didiami sifat kebinatangan seperti karakter anjing yang rakus, tamak, mudah terprovokasi, gemar mencari musuh, suka mengusik ketenangan, dan lain-lain, maka cahaya Tuhan dan malaikat sulit untuk masuk ke dalam hati. Hadis ini mengajarkan kepada kita tentang bagaimana seharusnya kita membersihkan hati dari segala sifat yang tercela seperti yang dimiliki anjing.


Mengakhiri pembahasan ini, saya kutipkan penjelasan al Ghazali dalam Misykat al Anwar. Dia menjelaskan:


ليس الظاهر مرادا بل المراد تخلية بيت القلب عن كلب الغضب لأنه يمنع المعرفة التي هي من أنوار الملائكة

"Larangan itu tidak dimaksudkan secara lahiriah, tapi yang dimaksudkan ialah ‘mengosongkan rumah-rumah kalbu dari anjing kemurkaan’, sebab dialah yang meghalangi masuknya makrifat yang berasal dari cahaya-cahaya malaikat”.

 

 

Kamis, 21 November 2024

Nabi Muhammad Dua Kali Patah Hati

Kamis, November 21, 2024 0


Oleh Mohamad Asrori Mulky

Dalam sejarah Islam, bahkan dunia, Nabi Muhammad adalah tokoh yang tidak bisa dipinggirkan dalam panggung sejarah peradaban umat manusia. Michael H. Hart dalam The 100 A Ranking Of The Influential Persons In The History, menempatkannya pada urutan pertama mendahului tokoh-tokoh dunia sebelum Albert Einstein, Isaac Newton, Nabi Isa, Budha, dan tokoh besar lainnya.

 

Tapi siapa sangka di balik kebesaran nama dan kemegahan kontribusinya terhadap Islam dan peradaban manusia, Nabi Muhammad pernah mengalami patah hati. Wanita yang dicintainya tidak menyambut uluran tangannya. Nabi patah hati, bahkan sampai dua kali.

 

Peristiwa itu, kata Martin Lings, tidak membuat Nabi Muhammad larut bersedih. Dia menyadari ada lelaki yang lebih berhak karena lebih dulu meminang wanita pujaannya itu. Dia adalah Hubayroh, sosok yang baik perangainya, kaya, terhormat, dan penyair berbakat.

 

Hubayroh adalah putra saudara ibu Abu Thalib yang berasal dari Bani Makhzum. Kala itu, kekuasaan Bani Makhzum semakin meningkat di saat kekuasaan Bani Hasyim kian merosot. Lantas, siapakah wanita yang berani menolak cinta Nabi Muhammad itu?

 

Dalam buku Muhammad: Kisah Hidup Nabi Berdasarkan Sumber Klasik, yang ditulis Marting Lings, menyebutkan, wanita itu bernama Fakhitah, yang kemudian lebih dikenal dengan nama Ummu Hani, putri Abu Thalib, pamah Nabi sendiri.

 

Karena cintanya yang mendalam kepada Ummu Hani, Nabi Muhammad di suatu waktu pernah mengutarakan perasaannya itu kepada sang paman untuk menjadikan putrinya sebagai istri. Tapi apa boleh dikata. Cintanya bertepuk sebelah tangan. Abu Thalib lebih memilih Hubayroh ketimbang memberikan putrinya kepada Nabi.

 

Cinta Nabi Muhammad kepada Ummu Hani ternyata begitu besar. Tidak mudah bagi Nabi mengeluarkan Ummu Hani dari perasaan hatinya. Meski bulan berganti tahun, perasaan itu masih melekat di hati sang nabi. Tepatnya, saat peristiwa pembebasan Kota Makkah (Fathul Makkah), Nabi sempat bertemu Ummu Hani setelah sekian lama berpisah.

 

Dalam peristiwa pembebasan Kota Makkah banyak kaum Quraisy memilih selamat dengan masuk Islam. Sementara Hubayroh, suami Ummu Hanni, memilih kabur ke Yaman dalam keadaan masih memeluk agama nenek moyangnya yang menyembah berhala.

 

Mengetahui Hubayroh meninggalkan Ummu Hani dan beberapa anaknya, Nabi Muhammad merasa iba dan kasihan. Pada saat itulah Nabi dikisahkan sempat mau melamarnya kembali. Sayang, lamaran Nabi ditolak untuk kedua kali. Pinangan Nabi yang kedua ini dimaksudkan untuk menghibur Ummu Hani yang sudah menua dan ditinggal pergi sang suami.

 

Ummu Hani adalah kakak dari Ali bin Abi Thalib RA. Ayahnya bernama Abu Thalib, sedangkan ibunya Fatimah binti Asad. Dari Hubayroh, dia memiliki empat orang anak, di antaranya Amr, Ja’dah, Hani, dan Yusuf. Ummu Hani pertama kali mengucapkan dua kalimat syahadat kepada Rasulullah ketika terjadi penaklukan Makkah.


Ummu Hani terus hidup hingga tahun 50 Hijriyah. Namun, ia menyimpan duka yang mendalam hingga akhir hayatnya. Yaitu duka yang diakibatkan peristiwa terbunuhnya adik yang ia cintai, Ali bin Abi Thalib.