Oleh Mohamad Asrori Mulky
Perayaan Natal dan pergantian tahun 2024 kali ini begitu istimewa
karena bertepatan dengan Tahun Yubileum. Umat Kristiani memaknainya sebagai
tahun penyucian dosa dan pembebasan.
Dalam khotbah Misa Malam
Natal di Basilika Santo Petrus, Paus Fransiskus menyampaikan pesan
yang menggugah tentang hope, tentang sebuah harapan yang bernada dinamis dan
optimis.
"Pengharapan tidak mati, pengharapan hidup dan memeluk hidup
kita selamanya," ucapnya tegas. Harapan mesti dipahami seperti api
semangat yang terus menyala dan dipastikan tidak pernah padam.
Meski kadang kita merasakan hidup ini begitu absurd seperti klaim
Albert Camus dalam The Myth of Sisyphus, tetapi pencarian makna dalam dunia
yang tampaknya tidak memiliki makna dan tujuan ini, harus tetap dilakukan.
Kita, kata Camus, harus menerima absurditas ini dan tetap memilih
untuk hidup dengan penuh kesadaran dan keberanian, meskipun tidak ada jaminan
akan adanya harapan atau tujuan yang lebih tinggi.
Natal mengajak seluruh umat manusia untuk melangkah
bersama sebagai peziarah cahaya, membawa harapan bagi dunia yang gelap, yang
masih dilanda perang dan persaingan global yang berdaya destruktif.
Perang yang terlanjur digelar di Palestina, dan di beberapa
negara-negara Timur Tengah, telah menghancurkan tata dunia. Kemanusiaan hilang,
empati sirna, yang tersisa adalah watak binal dari sifat manusia yang purba.
Sementara persoalan di “rumah bersama” kita yang bernama NKRI ini
masih menumpuk. Mulai dari distribusi keadilan yang belum merata, pendidikan
nasional yang masih tanpa arah, kemiskinan yang terus meningkat, penegakkan
hukum yang tumpul, ekonomi yang timpang, hingga watak koruptif yang masih
menguasai naluri para pemimpin kita.
Dalam nestapa keadaan seperti itu, Tahun Yubileum adalah
momen untuk menemukan kembali harapan yang sejati, dan memperbarui komitmen
kita sebagai pembawa damai dan kasih Tuhan bagi dunia yang dilanda ketidakpastian.
Tahun (Yubileum) yang memberi harapan tentang pembebasan yang
dicita-citakan umat manusia.