Namaku Nun A Wening Hyun. Aku dilahirkan 3 Oktober 2023 lalu, melalui ayah yang berwatak bumi dan ibu yang bersifat air.Tapi aku bukan bumi dan juga bukan air. Bukan ayah dan juga bukan ibu. Aku adalah jelmaan dari keduanya.
Aku adalah Nun (نون), yang menurut Ibnu Arabi, menyimpan makna paling tersembunyi. Aku hanya dapat dipahami melalui pengalaman spiritual dan pemahaman yang mendalam. Aku bukanlah apa yang tampak. Dan apa yang tampak pada diriku berasal dari Yang Tak Tampak.
Wujud lahirku mudah dimengerti. Setiap muslim pernah menyebut namaku. Bahkan ketika aku belum dilahirkan, mereka telah mengejaku dengan cara seksama. Sebab aku adalah salah satu huruf hijaiyyah di antara Mim dan Waw.
Aku (Nun/Ù†) seperti bahtera Nuh yang menyelamatkan ribuan mahluk dari banjir bandang yang menenggelamkan sebagian isi bumi. Aku mampu menahan terjangan air bah dan gelombang laut yang siap melumat apa dan siapa saja.
Aku seperti tinta yang darinya dituliskan banyak ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan. Sebab aku disebut Tuhan bersama Qolam-Nya (ن و القلم وما يسطرون).
Aku adalah Wening, yang berarti hening dan bening. Dalam keadaan hening, pikiran akan terasa lebih bening dalam menilai, lebih jernih di saat memilah--clara et distincta dalam istilah Rene Descartes.
Wening itu ilmu mengheningkan diri dari segala hasrat duniawi,untuk membuka mata batin agar dapat menyaksikan keaguangan Gusti Allah Kang Amurba Jagat.
Wening itu perjalanan rohani tingkat tinggi yang dilakoni para raja, ningrat, ksatria, dan pendekar Jawa di masa silam. Fokusnya menyerap kekuatan positif dari semesta.
Aku adalah Hyun, yang berarti arif, budiman, dan bijaksana.Aku mencintai kebenaran. Tapi bukan kebenaran itu sendiri.Aku hanyalah sang pencari (kebenaran) yang tak akan pernah memperolehnya.
Setiap kebenaran yang dicari, kata Rumi,seperti menaiki anak tangga menuju langit tertinggi. Semakin kita jauh mendaki, menaiki tiap anak tangga, langit kebenaran itu semakin menjauh tak bertepi.
Kebenaran seperti cermin yang hancur berkeping-keping karena terlempar dari tangan Tuhan. Kita hanya mampu memungut sebagian kecil saja. Dan tak akan pernah mampu menyusunnya seperti sedia kala.
Aku adalah aku yang otonom (merdeka). Aku adalah anak yang punya tujuan hidup sendiri. Bukan sekedar perpanjangan orangtua. Meski aku dilahirkan melalui mereka. Aku bukan berasal dari mereka berdua. Aku punya hak atas kebebasan dan identitas yang aku pilih sendiri.
"Anak-anakmu bukanlah anak-anakmu. Mereka datang melalui dirimu tetapi bukan dari dirimu. Meskipun mereka bersamamu, mereka bukanlah milikmu," kata Kahlil Gibran.
Ibarat anak panah yang melesat dari busurnya. Demikianlah anak yang meluncur mencari masa depannya sendiri.Dalam proses pencarian jati diri itu, anak dihadapkan pada lapisan realitas yang tidak semuanya mudah dilalui.
Kadang terpaan angin kehidupan itu begitu kencang hingga memaksaku memilih dimana aku harus berlabuh, padahal orangtuaku telah mengarahkanku pada tujuan hidup yang menurut mereka paling benar.
Orangtuaku selalu mengingatkan, bahwa betapapun kehidupan ini perih dan penuh dukha, hidup harus tetap berjalan. Aku harus haus darah segar. Aku harus lapar daya hidup.Sebab aku adalah Nun A Wening Hyun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar