Mohamad Asrori Mulky

ketika cahaya bintang mengintip bayang-bayang sinar rembulan, kuketuk jendela rahasia malam yang tergurat di dedaun nasib. dan aku tak pernah mengerti di mana letak titik yang pasti....

Jumat, 12 Desember 2008

Rubaiyat, Misteri Tak Terlupakan

Dimuat di Koran Jakarta, 13 Desember 2008

Oleh Mohamad Asrori Mulky
Peneliti Pusat Studi Islam dan Kenegaraan (PSIK) Universitas Paramadina Jakarta.

Judul Buku : Misteri Rubaiyat Omar Khayyam
Penulis : Amin Maalouf
Penerbit : Serambi, Jakarta
Edisi : I, Oktober 2008
Tebal : 514 halaman
Harga : Rp. 59.900


Omar Khayyam (1048-1131 M) adalah seorang penyair paling masyhur pada zamanya. Ia juga dikenal sebagai seorang filsuf, matematikawan, astronom, ilmuan dan ahli kedokteran. Sejak sajak empat baris-nya (kwatrin) atau ''Rubaiyat'' diterjemahkan untuk pertama kalinya ke dalam bahasa Inggris oleh Edwad J FitzGerald pada tahun 1859, Omar Khayyam menjadi buah bibir di kalangan masyarakat dunia dan meneguhkan dirinya sebagai pencipta Rubaiyat yang tangguh.


Namun demikian, naskah asli Rubaiyat yang ditulis langsung oleh tangan Omar dan menjadi kebanggaan semua orang, hingga kini keberadaanya masih misterius bersamaan dengan tenggelamnya kapal Titanic pada tanggal 14 malam 15 April 1912, di perairan sekitar Terre-Neuve, Samudra Atlantik. Sehingga menimbulkan pertanyaan mendalam bagi kita, apakah rubaiyat masih terselamatkan, sebagaimana ia (rubaiyat) juga pernah diduga hangus terbakar di perpustakaan benteng ''Alamut'' (benteng sekte pembunuh Hassan Sabbah) yang dibakar tentara Mongol? Atau memang karam tenggelam dengan ribuan korban manusia lainya dan belum ditemukan hingga kini?


Novel 'Misteri Rubaiyat Omar Khayyam" karya Amin Maalouf, sastrawan kelahiran Lebanon, yang diterbitkan oleh Penerbit Serambi ini mencoba mengisahkan kembali perjalanan panjang nan berliku sebuah karya agung Omar, Rubaiyat. Melaui novel ini, Amin seakan mengajak pembacanya untuk berkelana ke masa lalu, menembus batas ruang dan waktu dengan latar Timur Tengah, Daratan Persia dan kawasan Mediterania hingga benua Eropa, dari proses penulisan naskah Rubaiyat hingga terggelamnya kapal Titanic. Dibumbui kisah romantik antara Khayyam dengan Djahan dan Benjamin dengan Syirin, menjadikan novel ini menarik untuk diikuti hingga akhir cerita.


Dalam novel ini juga Amin Maalof menuturkan secara piawai perjalanan ketiga sahabat yang memiliki peran di zamanya masing-masing, yaitu; Omar Khayyam (ilmuan dan sastrawan), Nizamul Mulk (Wazir Agung Sultan Parsi), dan Hassan Sabbah (pemimpin sekte pembunuh, yaitu kaum Hashishin atau Assassin). Dengan dibarengi konflik, intrik politik, dan kepentingan, persahabatan ketiganya mengalami jatuh bangun. Konflik yang berujung pada dendam dan peperangan dialami oleh Wazir dengan Hassan, hingga Omar terpaksa harus menjadi penengah di antara keduanya. Dengan didukung pengikut masing-masing, keduanya saling menyerang, mengalahkan, dan membunuh.



Melalui narasi yang dituturkan oleh Benjamin O. Lesage, seorang orientalis dari Amerika Serikat dan dituliskan langsung oleh Amin Maalouf, novel ini juga berkisah tentang sebuah masa, di mana kebebasan berbicara dan berpendapat—termasuk mengucapkan sajak—sangat dibatasi oleh penguasa. Sebagai ilmuan, sastrawan, dan pemikir bebas (liberal), Omar sempat mendapatkan hukuman mati dari penguasa karena dituduh telah menantang Tuhan melalui syair-syairnya. "Jika Kau hukum dengan keburukan perbuatan buruk-ku, Kau dan aku apakah bedanya?" (Omar Khayyam, Rubaiyat).


Namun atas jasa Abu Taher, seorang Kadi dari Samarkand, Omar terbebas dari hukuman mati. Abu taher berpesan pada Omar; "Kita sedang hidup di zaman kerahasiaan dan ketakutan. Kau harus berwajah ganda, yang satu kau perlihatkan kepada orang banyak, yang lain hanya kepada dirimu sendiri dan Sang Pencipta. Jika kau tak mau kehilangan matamu, telingamu, dan lidahmu, lupakan kau punya mata, telinga dan lidah." (halaman 30).


Maka Abu Taher memberi Omar sebuah buku dengan 256 halaman yang masih kosong. Agar setiap tersirat di benak Omar sebuah sajak ia dapat menuliskanya dalam buku kosong tersebut dan merahasiakannya dari pengetahuan umum. Buku itulah kelak akan menjadi naskah asli Rubaiyat Omar Khayyam yang tersembunyi selama berabad-abad dan menjadi misteri hingga kini.


Sebagai sebuah roman sejarah, novel ini memiliki informasi yang layak untuk diketahui. Dalam membacanya, kita terasa diombang-ambing antara imajinasi atau fakta sejarah, sehingga kita tidak bisa membedakan mana yang benar-benar historis dan bukan historis. Namun, Amin Maalouf dengan kepiawaianya dalam bercerita mampu meramunya dengan cukup menarik dan bertaji. Pada titik inilah, "Misteri Rubaiyat Omar Khayyam" patut diapreasiasi sebagai novel petualangan dan kembara. Selamat membaca!

Tidak ada komentar: