Mohamad Asrori Mulky

ketika cahaya bintang mengintip bayang-bayang sinar rembulan, kuketuk jendela rahasia malam yang tergurat di dedaun nasib. dan aku tak pernah mengerti di mana letak titik yang pasti....

Minggu, 03 Januari 2010

Paradoks Pemikiran George Soros

Dimuat di Koran Jakarta, 04 Januari 2010

Oleh Mohamad Asrori Mulky

Peneliti pada Pusat Studi Islam dan Kenegaraan (PSIK) Universitas Paramdina Jakarta


Judul : George Soros; Selalu Membaca Pasar & Menang

Penulis : George Soros

Penerbit : Daras Books, Jakarta

Tahun : I, November 2009

Tebal : 348 Halaman


Sebagai salah satu spekulan valuta asing terbesar dunia, George Soros dituduh penyebab krisis
yang menimpa ekonomi dunia, terutama di Asia Tenggara tahun 1997. Di sisi lain, ia dikenal dermawan melalui Open Society Institute yang ia dirikan, yang tugasnya membantu gerakan prodemokrasi dan mempromosikan konsep masyarakat terbuka. Pada titik inilah pemikiran Soros terlihat paradoks.

Buku ini berawal dari serangkaian wawancara dengan Soros yang dilakukan Kristzina Koene, wartawan di Frankfurter Allgemeine Zeitung, dan Byron Wien, sahabat karib Soros yang juga ahli strategi investasi untuk Morgan Stanley. Sebagai buku hasil wawancara, tentunya banyak hal yang belum sempat disampaikan Soros dalam wawancara tersebut. Karena itu, untuk melengkapi data dan informasi soal konsep, pemikiran dan riwayat hidup, Soros harus memoles kembali hingga menjadi seperti dialog Socrates.

Dalam salah satu wawancara, Soros mencoba menanggapi tuduhan yang dialamatkan kepadanya soal krisis 1997. Menurutnya, krisis yang terjadi saat itu tidak semua kesalahan harus dilimpahkan kepadanya. Justru pemerintahlah yang harus bertanggung jawab, karena mereka berurusan dengan pasar. Sementara Soros, menurutnya, adalah bagian kecil dari pasar. Sebagai spekulan ia hanya bisa menebak apa yang akan terjadi di pasar.

Karena itu, menurut Soros, konsep kapitalisme global yang diterapkan di hampir seluruh negara harus direformasi. Menurutnya, meskipun kapitalisme sudah menjadi sistem global dan dipakai oleh banyak negara dunia, namun dalam kenyataanya konsep tersebut sedang mengalami krisis, dan keberadaanya sangat membahayakan konsep masyarakat terbuka yang sedang ia perjuangkan.

Bagi Soros, kapitalisme telah menimbulkan fragmentasi anarki produksi dan ketidakstabilan dalam perkembangan ekonomi. Hal ini ditandai dengan gulung tikarnya industri kecil yang ditelan oleh industri besar dan persaingan yang saling menghancurkan dalam produk dan pemasaran. Keberadaan ini pada masa-masa tertentu dapat menimbulkan persoalan sosial yang akut, bahkan juga perang, konflik dan krisis yang berkepanjangan.

Praktik dari sistem kapitalisme menekankan persaingan dan mengukur keberhasilanya dalam terminologi uang. Sehingga apapun bidangnya, baik hukum, politik, budaya, pendidikan, bahkan hal-hal yang bersifat pribadi sekali-pun, telah dikonversi ke dalam terminologi uang. Karena itu, reformasi sistem kapitalisme yang ditawarkan Soros harus sejalan dengan konsep masyarakat terbuka, atau kapitalisme yang sejalan dengan nilai-nilai demokrasi.

Konsep masyarakat terbuka yang diajukan Soros diinsiprasi oleh Karl Popper, dosen dan profesor filsafat, ketika ia masih menjadi mahasiswa di London School of Economics. Masyarakat terbuka menurut Soros didasarkan pada pengakuan bahwa kita semua bertindak atas dasar pemahaman tak sempura. Tak seorang pun memiliki kebenaran utama seperti yang diidealkan ideologi fasisme dan komunisme (masyarkat tertutup). Dalam masyarakat terbuka dibutuhkan penjunjungan kebebasan dan hak asasi manusia, supremasi hukum, dan kesadaran tanggung jawab dan keadilan sosial. Bahwa kita semuanya bermula dari pemahaman tak sempurna.

Buku ini selain memuat materi wawancara yang mendalam mengenai konsep, pemikiran, dan riwayat hidup Soros hingga ia menjadi orang sukses di dunia, juga menyajikan halaman apendiks yang memuat tulisan-tulisan pilihan Soros.

Tidak ada komentar: