kamar kosan |
Pukul 02.00 pagi, sepiku menikam ruang, ketika kedua mataku tak mau
terpejam. Andai saja kesunyian bisa membunuh, melepas jiwa dari raganya,
dan mencabik-cabik tubuh ini—menjadi potongan-potongan debu, daun yang
dimakan benalu—tentu dalam waktu dekat aku pasti akan segera mati,
terkubur dalam lumpur yang kotor.
Kurasakan seluruh sudut ruangan
ini menebar teror kesetiap inci tubuh dan jiwaku. Bulu-bulu halus di
pundaku meronta, melayang, meninggalkan alam keheningan. Nafasku
menderu-deru bagai desing peluru. Pikiranku melayang mencari
bayang-bayang masa lalu, mengembara di alam kegelapan dan terpuruk
berpapasan dengan kesal yang tak pernah ada tapal batasnya.
Pukul
03.00, sepiku mengguncang sukmaku. Tangan, mata, mulut, telinga, kaki,
dan anggota tubuh lainya, semuanya membisu; tak ada percakapan, tak ada
gerakan, tak ada keinginan. Sepiku kian abadi, menjadi nuktoh yang
datang bersama musim tumbang.
Tapi kini, hampa ruangan tak lagi
jadi musuh abadi, karna ia sudah menjelma jadi teman sejati. Hanya ada
satu harapan; hari esok. Hari di mana matahari bersinar dengan
kehangatan yang menyapa dan aku bisa kembali menghirup udara segar.
Akupun akan hidup sehari lagi dengan harapan yang masih tersisa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar