Mohamad Asrori Mulky

ketika cahaya bintang mengintip bayang-bayang sinar rembulan, kuketuk jendela rahasia malam yang tergurat di dedaun nasib. dan aku tak pernah mengerti di mana letak titik yang pasti....

Rabu, 19 April 2023

Puasa dan Ratapan Api Neraka

 

Oleh Mohamad Asrori Mulky

Mualana Jalaluddin Rumi adalah sufi yang tingkat spritualnya sudah mencapai maqom ma’rifah. Ia kerap dijadikan rujukan dalam tata ibadah pada Allah. Tak terkecuali soal puasa. Bagaimana Rumi memaknai puasa?

 

Baginya, puasa bukan sekedar pengendalian diri dari makan dan minum, tapi juga proses penyingkapan hijab kegelapan yang menirai jiwa dan raga manusia, akibat segenap dosa dan kesalahan yang diperbuatnya di dunia. [Klik: Puasa di tengah Bahaya Corona]

 

Jasad hanya membuat jiwa manusia makin kelam. Karena jasad adalah sangkar dan tirai yang mengurung jiwa. Noda-noda jasad merupakan hambatan utama pencapaian spiritual jiwa manusia. Karena itu, puasa bisa menghapus kelamnya jiwa dan menyucikan jasad, sehingga menjadikannya sebagai wadah yang layak bagi jiwa.

 

Puasa laksana senyawa kimia yang bisa mengubah batu keberadaan manusia yang awalnya tak berharga, menjadi berlian dan permata serta merentangkan tetesan wujud manusia hingga ke samudera kearifan yang paripurna. Dalam bait syair indahnya, Rumi mengatakan;

 

Jika otak dan perutmu terbakar karena puasa,

Api neraka akan terus mengeluarkan ratapan dari dalam dada.

Melalui api itu, setiap waktu kau akan membakar seratus hijab.

Dan, kau akan mendaki seribu derajat di atas jalan serta dalam hasratmu.

 

Menahan diri dari makan dan minum di siang hari, membuat perut terasa panas seperti terbakar api. Namun, kata Rumi, api itu akan merontokan dosa dan kesalahan yang menghijab seseorang untuk bertemu Tuhannya. [Klik: Puasa dan Budaya Konsumerisme].

 

Api itu akan terus membakar hingga kita akan mencapai derajat yang tinggi, bersanding dengan Tuhan. Bukankah puasa hakikatnya menghadiri jamuan Illahi dan menyantap hidangan samawi (langit)?

 

Karena itulah kita tidak boleh menyia-nyiakan waktu yang diberikan oleh Allah di bulan suci Ramadhan. Di bulan suci inilah pintu-pintu neraka ditutup dan pintu-pintu surga dibuka selebar-lebarnya.

 

Puasa adalah kunci yang bisa membuka segala pintu yang tertutup jadi terbuka. Puasa adalah menutup mulut dan membuka mata hati. Menutup telinga dan membuka pendengaran jiwa. Apa yang tak terlihat di bulan-bulan lainnya, menjadi tampak di bulan ini.

 

Rumi menyebut Ramadhan sebagai bulan mi'raj, bulan untuk menggelar perjalanan menuju puncak kesempurnaan. Hanya di bulan suci inilah mereka yang mendambakan mi'raj spiritual bisa mencapai menuju ke haribaan Illahi. [Klik: Puasa yang Membakar Syahwat Bumi]

 

Rumi juga meyakini bahwa Ramadhan dan puasa merupakan entitas yang membedakan manusia dari hewan. Ia berkeyakinan bahwa seluruh makhluk juga sibuk memuji keagungan Sang Pencipta Alam Semesta dan hal semacam itu bukan hanya dilakukan oleh manusia.

 

Namun tidak demikian dengan puasa. Puasa hanya dikhususkan untuk manusia dan kesempatan emas yang hanya diperuntukkan oleh Allah kepadanya.

Tidak ada komentar: