Mohamad Asrori Mulky

ketika cahaya bintang mengintip bayang-bayang sinar rembulan, kuketuk jendela rahasia malam yang tergurat di dedaun nasib. dan aku tak pernah mengerti di mana letak titik yang pasti....

Jumat, 25 April 2008

Menimbang Lima Tahun Invansi AS ke Irak

Tepatnya pada tanggal 20 Maret 2003, Amerika Serikat (AS) melalui perintah Presiden George Walker Bush melancarkan seranganya ke Irak tanpa ampun.

 

Invasi tersebut dilakukan berdasarkan tiga alasan; pertama, menggulingkan rezim otoriter Saddam Husein. Kedua, menghancurkan senjata pemusnah massal. Dan ketiga, merendam gerakan jaringan teroris al-Qaeda.

 

Hingga 20 Maret 2008 kemarin, invasi AS sudah berjalan lima tahun. Menurut catatan Iraq Body Count, invasi AS yang dimulai 20 Maret 2003 hingga 17 Maret 2008 telah menewaskan 1,2 juta warga sipil Irak tak berdosa dan menyebabkan 4 juta lainya kehilangan tempat tinggal, hidup terlunta-lunta dan terlantar di pengungsian. 

 

Sementara itu, dari kalangan AS sendiri sudah lebih dari 3.990 tentaranya tewas sia-sia dan lebih dari 29.000 lainya terluka dalam perang yang memakan biaya hingga USD 500 miliar. Setiap hari pasti ada yang tewas mengenaskan akibat terkena serangan bom bunuh diri atau terperangkap ranjau bom yang dipasang para milisi Irak. 

 

Dalam tahun kelima inilah, invasi AS mendapatkan perhatian lebih dari berbagai media massa di seluruh dunia dan para pengamat politik. Mayoritas berisi kritikan dan kecaman terhadap kebijakan perang Gedung Putih yang telah mengakibatkan jutaan rakyat Irak menderita dan kehilangan masa depannya. 

 

Politik Hegemoni AS

Jutaan nyawa manusia melayang sia-sia di Irak akibat kebengisan tentara AS, hal ini menimbulkan tanda tanya besar. Kenapa negara yang disebut-sebut sebagai negara yang gencar mengumandangkan HAM, justru dengan tegak merampas kebebasan hidup rakyat Irak dengan melancarkan sejumlah serangan yang amat mematikan? Lalu, ada apa dengan AS? 

 

Sebagian pengamat mengatakan, salah satunya Riza Shihbudi, pakar pengamat politik Timur Tengah, bahwa AS dalam menjalankan politik luar negerinya, terutama sekali yang berhubungan dengan dunia Timur Tengah selalu menggunakan politik hegemoni. 

 

Keinginan untuk menghegemoni dunia, terutama sekali Timur Tengah mengakibtakan segala kebijakanya merugikan dan menyengsarakan bangsa-bangsa Arab. Karena, dalam pandangan AS, Timur Tengah, khusunya Irak adalah negara yang berpotensi akan mengancam kepentingan nasional AS. Oleh karenanya, sebelum Irak lebih jauh dapat mengganggu kondisi dalam negerinya, AS terlebih dahulu harus melancarkan seranganya ke Irak. Dan slogan yang selalu dipakai AS adalah pertahanan yang paling ampuh adalah menyerang dan mendominasi.

 

Hegemoni politik AS di Timur Tengah juga terlihat dari penyelenggaraan KTT Ekonomi Timur Tengah dan Afrika Utara yang pertama di Casablanca, Maroko (Oktober 1994) yang berlangsung tidak lama sesudah pendandatanganan perjanjian damai Yordania-Israel. Konferensi yang dihadiri semua negara Arab sekutu AS dan Israel ini resminya memang membahas prospek kerjasama ekonomi regional. Namun, pesan politis dari KTT MENA I sebenarnya adalah penegasan bahwa Israel sejak saat itu “suda diterima” oleh para tetangga Arabnya. 

 

Tembok Besar AS

Peringatan lima tahun invasi AS ke Irak seharusnya dijadikan bahan renungan bagi bangsa-bangsa dunia. Bahwa solusi damai merupakan cara dan satu-satunya jalan yang epektif untuk mengakhiri penderitaan bangsa Irak. Namun, upaya untuk menemukan solusi damai itu selalu menghadapi tembok besar yang teramat kuat dan kokoh untuk dirobohkan, yaitu dominasi dan egoisme AS. 

 

Bahkan badan dunia sekelas Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pun tidak mampu berbuat sesuatu demi kebaikan masa depan rakyat Irak, demi kemanusiaan, dan demi martabat umat manusia. Padahal otorisasi PBB kepada AS pada Agustus 2002 hanya untuk mengahancurkan senjata pemusnah massal, bukan untuk menjatuhkan Saddam Husein, apalagi menduduki negara seribu satu malam itu. 

 

Sikap Arif

Melihat kenyataan di atas, amat sulit bagi Irak untuk menghancurkan tembok besar AS yang semakin kuat dan kokoh itu. Kecuali dengan cara menolak segala kebijakan politik luar negerinya, terutama sekali kebijakan yang dapat mengusik ketentraman manusia. 

 

Upaya ini harus dilakukan oleh seluruh masyarakat dunia termasuk rakyat AS sendiri. Sebab dengan menolak segala kebijakan politik luar negerinya secara otomatis AS akan mendapatkan tekanan, baik secara materi dan psikologis. Dan yang lebih penting dari itu adalah sikap arif dan bijak dari seluruh jajaran pemerintahan AS, termasuk Bush untuk menghentikan dan menarik seluruh pasukanya dari Irak. Karena sikap arif ini sesungguhnya akan membawa kedamaian dan ketentaraman bagi rakyat Irak khususnya dan rakyat dunia pada umumnya. 

 

Dalam peringatan lima tahun invasi AS ke Irak ini, Bush beserta jajarannya harus melihat segi-segi negatif akibat invasinya itu. Atas penderitaan yang dialami rakyat Irak, Bush harus menimbang dengan hati nuraninya dan atas nama kemanusiaa harus bersikap arif dan bijaksana, yaitu mengentikan perang dan mengadakan dialog damai dengan pemerintahan Irak. Dengan demikian, masa depan rakyat Irak akan kembali pulih. Jika tidak, rakyat Irak akan kehilangan masa depan bangsanya.

 

1 komentar:

Unknown mengatakan...

betapa arogannya as,,,saya jadi teringat pernyataan teman saya bahwa, jika as sbg negara adikuasa itu baik maka amanlah dunia,,,begitupun sebaliknya,,,,