Mohamad Asrori Mulky

ketika cahaya bintang mengintip bayang-bayang sinar rembulan, kuketuk jendela rahasia malam yang tergurat di dedaun nasib. dan aku tak pernah mengerti di mana letak titik yang pasti....

Kamis, 11 September 2008

Tokoh Islam Bicara Universalisme

Oleh Mohamad Asrori Mulky

Analis Religious Freedom Pusat Studi Islam dan Kenegaraan (PSIK) Universitas Paramadina Jakarta

Dimuat di Koran Jakarta (Jum'at 05 September 2008)

Judul Buku : Islam & Nilai-Nilai Universal;

Sumbangan Islam dalam Pembentukan Dunia Plural

Penulis : Nurcholis Madjid, Shirin Ebadi, Soheib Bencheikh, dkk

Pengantar : M. Syafi’I Anwar

Penerbit : International Center for Islam and Pluralism (ICIP)

Cetakan : I, Juli 2008

Tebal : xxxiv + 113 halaman

Harga : Rp. 26000


Setelah tragedi mengerikan 11 September 2001, konflik antara Islam dan Barat semakin meruncing dan mendapatkan momentumnya. Barat menuduh Islam sebagai pihak yang harus bertanggung jawab atas peristiwa itu, yang telah menelan ribuan nyawa manusia tak berdosa. Sementara Islam, melalui Al-Qaeda dan gerakan radikal Islam lainya, menyebarkan pesan ke seluruh dunia yang menyetankan Barat sebagai musuh Islam dan menuduhnya sebagai penyebab semua penderitaan di dunia Muslim.


Retorika kebencian Barat terhadap Islam, dan juga sebaliknya, seakan meneguhkan tesis Samuel P. Huntington tentang ‘Benturan Peradaban’ yang terjadi antara Islam (Timur) dan Kristen (Barat). Dalam “The Clash of Civilizations and the Remaking of World Order” (1996), Huntington dengan tegas menyatakan, bahwa konflik antara dunia Barat dan dunia Islam adalah suatu hal yang tak dapat dihindari. Tarik menarik kepentingan antara kedua peradaban besar itu akan selalu menciptakan ketegangan dan kekerasan, kapan dan dimana pun.


Pasca 11 September 2001, Islam menjadi agama yang tertuduh, kata Akbar S. Ahmed. Islam dianggap sebagai agama teror, tempat di mana para teroris di seluruh dunia dapat mengaktualisasikan kehendaknya dengan cara kekerasan. Islam dianggap sebagai agama yang tidak berpihak pada demokrasi, di mana setiap kebijakan yang dikeluarkan negara-negara Muslim selalu mengarah pada otoriterianisme dan totaliterianisme. Islam juga dianggap sebagai agama yang tidak membela Hak Asasi Manusia (HAM), di mana harkat dan martabat perempuan selalu dinistakan dan harga dirinya kerap dicampakan.


Pertanyaanya, apakah Islam seburuk yang Barat bayangkan, bahwa Islam agama teroris, tidak sesuai dengan demokrasi, dan tidak membela HAM?


Tentunya, Islam tidak sekeji yang mereka bayangkan. Untuk membuktikan itu, Gallup World Poll melakukan riset terhadap warga yang tinggal di lebih dari 25 negara berpenduduk mayoritas muslim. Riset paling akbar yang dilakukan Gallup terhadap Muslim kontemporer ini telah menghabiskan waktu bertahun-tahun, antara 2001 hingga 2007. Hasilnya menyatakan, bahwa Islam bukan agama teroris, Islam sesuai dengan demokrasi, dan menjunjung harkat dan martabat manusia.


Senada dengan itu, buku “Islam dan Nilai-Nilai Universal” ini, juga ingin memberikan jawaban terhadap tuduhan Barat yang cenderung memojokan umat Islam. Dikatakan, bahwa Islam adalah agama universal (rahmatan lil ‘alamin). Keuniversalan Islam terletak pada nilai-nilai pluralitas seperti; kesetaraan, keadilan, kebebasan, kelembutan, kasih-sayang dan cinta-kasih. Ini berarti, Islam tidak pernah mengajarkan umatnya untuk melakukan kekerasan, terorisme, dan pembunuhan terhadap manusia. Cinta dan kasih sayanglah yang menjadi prinsip dasar dari ajaran Islam itu sendiri.


Buku ini merupakan kumpulan tulisan dari beberapa tokoh Muslim ternama, seperti A. Syafi’i Ma’arif, Azyumardi Azra, Franz Magnis-Suseno, Lily Zakiyah Munir, Nurcholish madjid, Shirin Ebadi, dan Soheib Bencheikh, pada seminar internasional “Islam and Universal Values: Islam’s Contribution to the Contruction of a Pluralistic World”, yang diselenggarakan oleh International Center for Islam and pluralism (ICIP) bekerja sama dengan keduataan Swiss, di Jakarta pada maret, 2004.


Masing-masing pembicara memberikan pandangan mengenai Islam dan nilai-nilai universal dengan tema dan pembahasan yang berbeda-beda, sesuai dengan kapasitasnya. Shirin Ebadi misalnya, menguraikan isu hak asasi manusia dan dunia Islam. Ia menunjukan bahwa tidak ada pertentangan antara Islam dan hak asasi manusia. Lebih lanjut ia menyatakan, Islam adalah agama persahabatan dan kesetaraan, mengingat bahwa dalam ajaran Islam, semua manusia sama di mata Allah.


Nurcholish Madjid (cak Nur) memaparkan toleransi dalam Islam. Baginya Islam adalah agama yang toleran dan ramah. Prinsip ini diyakininya sebagai modal utama untuk dilakukanya dialog antar agama dan peradaban. Sementara itu, Syafi’I Ma’arif, untuk mengembalikan keutuhan dan keharmonisan dunia, khusunya antara Islam dan Barat, ia ingin menghapuskan paradigma lama ‘kami’ melawan ‘mereka’ (us vs them). Baginya, paradigma ini merupakan akar dari segala ketegangan dan permusuhan yang terjadi antara dunia Islam dan Barat.

Tidak ada komentar: