Mohamad Asrori Mulky

ketika cahaya bintang mengintip bayang-bayang sinar rembulan, kuketuk jendela rahasia malam yang tergurat di dedaun nasib. dan aku tak pernah mengerti di mana letak titik yang pasti....

Jumat, 08 Februari 2008

Makna Kritik Paus terhadap BushDimuat di Media Indonesia
Oleh Mohamad Asrori MulkyPeneliti di Pusat Studi Islam dan Kenegaraan (PSIK) Universitas Paramadina
Akhir-akhir ini, kebijakan politik luar negeri Presiden Amerika Serikat (AS) George Walker Bush selalu menuai kritik dan perlawanan keras dari berbagai pihak, baik pihak internal maupun eksternal seperti sejumlah negara-negara Uni Eropa, Timur Tengah, dan Amerika Latin terkait perang di Irak.

Fenomena ini telah memperlihatkan kepada kita bahwa dunia saat ini telah hilang kepercayaan kepada AS bahkan meragukan setiap kebijakan yang dicapainya. Secara otomatis akan menimbulkan persoalan baru yang amat rumit dan efek negatif bagi AS sendiri dalam melangkah, sekaligus menyulitkan usahanya untuk mencapai misinya, menghegemoni dan mendominasi kekuasaan di dunia.

Kondisi AS saat ini, benar-benar dalam posisi dilematis dan mengkhawatirkan. Sebab, tidak hanya negara-negara Timur Tengah (Islam) yang memusuhi terhadap AS--yang secara historis negara-negara Timur Tengah dan AS sering terjadi ketegangan dan pertikaian--, tetapi juga negara-negara Uni Eropa dan Amerika Latin pun yang secara historis memiliki kedekatan emosional, saat ini mempropagandakan sikap permusuhannya.

Kini giliran Paus Benediktus XVI pada pertemuan dengan Bush, Sabtu (9/6) di Vatican City menyatakan kekhawatirannya situasi di Irak 'tidak ada yang positif di Irak'. Pasalnya Irak pascaeksekusi Saddam Hussein yang sejak awal diharapkan dapat menjadi negara yang demokratis, damai, dan sejahtera. Justru sebaliknya, Irak menjadi kubangan darah yang merambah dengan kepingan mayat yang tersayat dan menjadi bara api yang tak kunjung padam.

Penyataan Paus, merupakan tamparan keras bagi Bush, yang selama ini kerap mengatakan keadaan di Irak mengalami kemajuan dan perkembangan yang signifikan.

Kritik Paus itu tidak hanya kritik pedas semata, tetapi mempertegas posisi Vatikan terhadap Perang Irak yang secara terang-terangan menentang invansi militer AS dan sekutunya terhadap Irak dengan berbagai dalih; menyingkirkan otoritarianisme Presiden Saddam Hussein, menumpas jaringan Al-Qaeda dan menghancurkan program nuklir Irak.

Singkatnya, bagi Paus upaya penyelesaian masalah yang dilakukan AS dan sekutunya dengan menggunakan cara-cara yang intoleran, diskriminatif, dan mendorong munculnya konflik tidak akan bisa memberikan hasil ke arah yang lebih baik.

Media Indonesia


Masa Krisis Bush
Dalam melihat gejala meluasnya sikap permusuhan dan perlawanan terhadap AS, para ahli politik seperti Paul Kennedy, Samuel Huntington, Henry Kissinger, Robert Giplin, dan Brezinski menyimpulkan, pada titik momen tertentu AS akan mengalami penurunan derajat kekuasaan dan kehancuran. Apa yang kini menjadi kekuatan AS menjadi makin melemah dan tidak berdaya bila dihadapkan dengan perkembangan pesat yang tengah terjadi di berbagai belahan dunia lainnya seperti, Uni Eropa, Rusia, China, dan Jepang.

Jika demikian yang terjadi, bisa diprediksikan bahwa masa-masa krisis kejayaan rezim Bush beserta jajarannya akan segera tiba dan tinggal menunggu waktu saja. Apalagi kondisi dalam negeri AS saat ini--sebagaimana yang dikatakan para ahli ekonomi dan strategi bahwa AS--sedang dalam mengalami defisit anggaran yang kronis akibat perang di Irak. Sehingga membuat hegemoni AS di pentas global sangat terancam dan bisa jadi tersaingi oleh negara-negara lainnya yang maju dan berkembang.

Oleh karena itu, dapat dimaklumi upaya masyarakat dunia untuk memusuhi, memarginalisasikan, dan melawan setiap kebijakan AS dimungkinkan untuk dilakukan. Karena sejak awal sepak terjang AS terhadap dunia telah melampaui batas-batas kemanusiaan, bersikap arogan, tidak demokratis, dan selalu melanggar HAM, etika dan hukum internasional yang sering digembor-gemborkan AS.

Dunia, Paus, dan KemanusiaanInvansi pasukan gabungan pimpinan AS ke Irak, empat tahun lalu, bukan saja menjadi perang yang tidak adil, tetapi menorehkan ketegangan dan kengerian global bagi rakyat yang tidak bersalah.

Perang juga telah melecehkan hati nurani manusia dan kemanusiaannya. Sebab ketika perang berkobar, ada beberapa aspek yang cenderung ditelantarkan dan bahkan diabaikan, yakni aspek moral, budaya dan peradaban manusia yang seharusnya dijaga dan dilestarikan. Perang meninggalkan sejumlah persoalan dan masalah bagi rakyat Irak salah satunya adalah menghilangkan sisi kemanusiaan manusia.

Dalam kondisi seperti ini, masyarakat dunia juga Paus kembali meneriakkan seruan moral agar perang di Irak segera diakhiri sehingga kedamaian segera tercapai dan Irak menjadi negara yang asri kembali.

Kritik dunia dan Paus seharusnya menjadi bahan renungan dan pelajaran bagi Bush dalam mengambil kebijakan politik luar negerinya. Apa pun bentuk kebijakan dan keputusan itu, seharusnya di dasarkan pada kata sepakat melalui keputusan bersama dan memikirkan hajat hidup orang banyak, tidak merugikan pihak-pihak lain apalagi membuat keresahan dan ketidaknyamanan masyarakat dunia.

Artinya, Bush dalam setiap kebijakan politiknya harus menggunakan perspektif kelemahan dan keramahan bukan perspektif kekuatan, menggunakan perspektif damai bukan badai. Karena bagaimanapun juga resolusi militer yang ditempuh AS dalam mengambil keputusan apapun juga pada akhirnya tidak akan menyelesaikan masalah, malah akan menambah masalah yang baru dan berkepanjangan.

Pendeknya, kritik yang dilontarkan masyarakat dunia dan Paus Benediktus XVI patut menjadi pertimbangan Bush. Jika tidak, keruntuhan AS akan segera tiba.

Tidak ada komentar: